Jakarta (Antara Bali) - Ketua Tim Perumus Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (RUU KUHP), Muladi mengatakan, tidak ada "kongkalikong"
dalam revisi KUHP yang dinilai melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sejak awal saya adalah pendukung KPK dengan segala keistimewaannya.
Saya juga ikut merumuskan komisi tersebut pada awal pembentukannya,"
kata mantan Menteri Kehakiman itu, di Jakarta, Jumat.
RUU KUHP sendiri memang memutuhkan revisi, karena merupakan
peninggalan pemerintahan kolonial Belanda. Keberadaannya juga sudah
kurang relevan dengan kehidupan bernegara di masa sekarang.
"Revisi itu memiliki niatan baik, salah satunya proses dekolonialisasi," katanya.
"Untuk KUHP di Indonesia sendiri, pasal-pasalnya itu adalah warisan
Belanda yang telah dipakai sejak 1886 atau sudah berumur lebih dari 128
tahun," kata Muladi.
Menurutnya, RUU KUHP telah dipersiapkan untuk dikodifikasi ulang
selama kurun waktu 50 tahun terakhir. Proses itu tidak sembarangan,
karena melibatkan berbagai pakar hukum, akademisi dari berbagai disiplin
ilmu. Bahkan telah dilakukan studi banding ke berbagai negara yang
memiliki perbedaan sistem hukum di masing-masing negara itu.
"Perumusan RUU KUHP itu bisa dipertanggungjawabkan, karena melalui kajian yang mendalam dan tidak asal-asalan," kata dia.
Lebih lanjut, RUU itu mengatur secara umum sehingga lembaga, seperti
KPK tidak perlu khawatir akan potensi pengkerdilan wewenang, karena
adanya revisi KUHP dan KUHAP.
"Kami tetap mendukung KPK yang membutuhkan kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan," katanya.(WDY)
Muladi: Tidak Ada "Kongkalikong" dalam RUU KUHP
Jumat, 28 Februari 2014 14:36 WIB
Revisi itu memiliki niatan baik, salah satunya proses dekolonialisasi,"