Denpasar (Antara Bali) - Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Bali menginginkan standar penanganan kasus anak-anak yang bermasalah dengan hukum dapat masuk dalam rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas di DPRD provinsi setempat.
"Selama ini kita tidak mempunyai standar bersama bagaimana menangani anak-anak yang terkena kasus dan seringkali orang tidak mau membela ketika anak itu menjadi pelaku," kata Ketua LPA Provinsi Bali Ni Nyoman Masni, di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, persoalan tersebut penting dimasukkan dalam Ranperda Perlindungan Anak karena bagaimanapun anak-anak itu memerlukan perlindungan, meski posisinya sebagai pelaku tindak kriminal.
"Mereka punya hak untuk dilindungi karena belum tentu murni anak itu bersalah, bisa saja mereka terpaksa melakukan itu karena disebabkan situasi dan kondisi keluarga," ujar Masni.
Yang jelas, pihaknya mengharapkan hak-hak anak dapat dilindungi secara komprehensif, baik itu yang menjadi korban maupun pelaku dalam persoalan hukum. Sejauh ini persoalan hukum terkait dengan anak-anak masih didominasi oleh pelecehan seksual dan pernikahan di bawah umur.
"Dalam ranperda setidaknya dapat memberikan nuansa yang saling mendukung antara teori dan praktik, serta harus siap menerapkan hak-hak anak seiring dengan terbitnya UU Sistem Peradilan Anak. Itu yang kami ingin masukkan intisarinya, termasuk menggunakan pendekatan restoratif," ucapnya.
Masni menambahkan, masalah lainnya yang perlu diadopsi dalam ranperda adalah terkait anak-anak yang merupakan hasil perkawinan campuran dan berbagai masalah sosial terkait anak-anak.
"Sampai saat ini, hal-hal yang diatur dalam ranperda masih sangat mentah sehingga masih perlu disempurnakan lagi. Di sisi lain, berbagai pihak belum satu visi, ada yang menginginkan pemenuhan hak-hak anak, sedangkan dari praktisi lebih menginginkan hak anak yang komprehensif," katanya.
Harapannya berbagai konsep dapat segera dimasukkan dan diselesaikan karena pembahasan Ranperda Perlindungan Anak-Anak sudah mulai menjurus.
Sementara itu untuk data-data kasus kekerasan anak secara total, ia mengakui belum memiliki. LPA Bali baru mempunyai data dari Kabupaten Jembrana dan Bangli yang selama ini terbanyak kasus pelecehan seksual serta beberapa kasus yang ditangani LPA. (LHS)