Denpasar (Antara Bali) - Mantan General Manager PT Angkasa Pura I Adi Ngadiri memenuhi panggilan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar untuk memberikan keterangan sebagai saksi kasus korupsi dana retribusi parkir kendaraan bermotor di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali, senilai Rp28,01 miliar.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Selasa, GM PT Angkasa Pura periode 2004-2007 itu ditanya terkait iuran Desa Adat Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Ia menjawab bahwa awalnya pihak Desa Adat Tuban minta kompensasi 10 persen dari pengelolaan parkir, namun diturunkan menjadi delapan persen.
"Ada risalah khusus yang menuliskan bahwa pembayaran kompensasi ke desa adat setempat diambil dari penghasilan PSB (PT Penata Sarana Bali selaku rekanan Angkasa Pura yang mengelola retribusi parkir Bandara Ngurah Rai)," kata Adi dalam sidang dengan terdakwa Mikhael Maksi (Manajer Operasional PSB) dan Rudi Johnson Sitorus (staf administrasi PSB).
Terkait dengan lanjutan kontrak PSB, Adi menyatakan atas penunjukan langsung Angkasa Pura.
Sementara itu, mantan Manajer Komersial PT Angkasa Pura I Nur Sapto dalam persidangan itu mengungkapkan bahwa PSB menyetorkan retribusi parkir setiap hari.
"Beberapa kali diserahkan oleh terdakwa Mikhael Maksi. Namun yang lebih tahu adalah staf saya, Jhon Hery, karena tugas merekap pendapatan bulanan," kata pria yang menjabat manajer komersial selama periode 2008-2011.
Ia mengaku lupa pendapatan dari pengelolaan parkir bandara itu. "Saya tidak ingat, berapa rata-rata pendapatan per bulan," ujarnya.
Mantan Asisten Manajer Komersial PT Angkasa Pura I Jhon Hery menyatakan bahwa yang bertugas merekap pendapatan retribusi parkir harian adalah staf PSB, Putu Ayu Megawati. "Saya lupa berapa besaran uang pendapatan harian itu," ujarnya.
Selain Maikhael Maksi dan Rudi Johnson, kasus tersebut juga menyeret Indrapura Barnoza (GM PSB) dan Chris Sridana (Dirut PSB) sebagai terdakwa.
Dalam kasus yang merugikan keuangan negara senilai Rp28,01 miliar itu, keempat terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (WRA)