Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengembangkan program transmigrasi di lokasi-lokasi strategis perbatasan dan pulau-pulau terluar Indonesia sebagai sabuk pengaman (security belt) kedaulatan wilayah.
"Salah satu contoh kawasan transmigrasi yang berada relatif cukup dekat dengan perbatasan negara lain adalah Salor di Kabupaten Merauke Provinsi Papua," kata Dirjen P2KT Kemenakertrans Jamaluddin Malik dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu.
Penempatan secara strategis itu dilakukan sebagai upaya memperjelas batas negara dan menghindarkan perang klaim dengan negara tetangga yang telah beberapa kali terjadi.
Jamaluddin juga menyebut penempatan transmigrasi di Kabupaten Merauke tersebut dan di daerah lain telah memberikan kontribusi dalam perkembangan pembangunan di wilayah masing-masing.
"Terjadi perubahan pendekatan pembangunan transmigrasi dari pendekatan perpindahan penduduk menjadi pendekatan pengembangan kawasan, dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemerintah daerah dan mendorong peran serta masyarakat," kata Jamaluddin.
Sebelumnya, Jamaluddin melakukan kunjungan kerja ke lokasi transmigrasi Tanah Miring, Kabupaten Merauke Provinsi Papua pada Selasa- Jumat (8-12/10) dalam rangka pembinaan program pembangunan kawasan transmigrasi.
Dari kunjungan itu, Jamaluddien mengatakan masih diperlukan dukungan semua pihak untuk pembangunan infrastruktur dasar disertai pemberdayaan masyarakat di kawasan perbatasan.
"Kita terus mendorong peran pemerintah daerah dan dunia usaha dalam pengembangan investasi di kawasan transmigrasi khususnya di kawasan perbatasan melalui dukungan kepastian hukum pertanahan, dukungan infrastruktur jalan distribusi dan produksi," kata Jamaluddien.
Selain itu, juga diperlukan adanya kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah untuk menciptakan suasana kondusif dalam pengembangan usaha dan kemudahan untuk memperoleh fasilitas perbankan. Kawasan KTM Salor dibangun sejak tahun 2009 dengan luas wilayah sekitar 96.340 Hektar yang terdiri atas areal pembangunan dan pengembangan permukiman seluas 36.500 Hektar dan areal untuk pengembangan investasi perkebunan seluas 59.840 Hektar.
Komoditas yang dikembangkan dalam skala ekonomis adalah padi, tebu dan palawija.
Dalam pelaksanaan pembangunannya kawasan KTM Salor diintegrasikan dengan program MIFEE (Merauke Integrated Food dan Energy State) yang merupakan program pemerintah untuk memenuhi swasembada pangan nasional.
Jamaluddien mengungkapkan permukiman transmigrasi yang sebagian besar di tempatkan di distrik Merauke, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Malind, dan Jagebob telah berkembang menjadi desa-desa swasembada.
Dari jumlah penduduk Merauke sejumlah 246.852 jiwa atau 60.406 KK, kontribusi jumlah penduduk melalui program transmigrasi sebanyak 26.451 KK (43,79 persen).
"Terlepas dari berbagai persoalan yang ada, program transmigrasi yang dilaksanakan di Provinsi Papua telah mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah diantaranya, beberapa kawasan transmigrasi telah berkembang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan maupun ekonomi seperti Arso, Jagebob," papar Jamaluddien.
Hasil-hasil pertanian maupun jasa para transmigran juga telah mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah, misalnya transmigran Timika telah mampu memasok kebutuhan pangan, sayur mayur, telur dan bahkan daging sapi untuk konsumsi perusahaan-perusahaan besar.
Selama kurang lebih 60 tahun pelaksanaan program transmigrasi sebanyak 2,2 juta Kepala Keluarga (KK) atau 8,8 juta orang miskin dan pengangguran telah menjadi transmigran.
Melalui transmigrasi juga telah dibangun dan dikembangkan 3.325 desa baru dengan 89 desa diantaranya berhasil dibangun menjadi ibu kota kabupaten dan 235 desa lainnya berkembang menjadi ibu kota kecamatan. (WRA)
Transmigrasi Dikembangkan di Daerah Strategis Perbatasan
Minggu, 13 Oktober 2013 22:32 WIB