Bali sebagai daerah tujuan wisata setiap tahunnya menerima kunjungan hampir tiga juta turis, hal itu menjadi potensi besar dalam mengembangkan industri keatif, khususnya berbagai jenis cendera mata dengan sentuhan seni.
Karya-karya lukis seniman andal mencuat ke permukaan, bahkan hasil kreativitas di atas kanvas itu sejajar dengan karya-karya seniman dari berbagai negara. Demikian pula karya seni patung dan cendera mata dari bahan baku kayu berhasil menembus pasaran luar negeri.
Karya-karya seni itu telah mendunia sehingga perlu dukungan dan dorongan dari pemerintah setempat untuk memberikan perhatian yang lebih serius terhadap pengembangan seni kreatif dengan sentuhan seni, tutur Pembantu Rektor I Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Drs I Ketut Murdana, MSi
Perlunya dukungan dan perhatian pemerintah itu didasarkan atas pertimbangan aktivitas yang digeluti masyarakat Bali dalam kegiatan adat dan ritual sehari-hari semuanya didasari nilai-nilai seni yang bermutu tinggi.
"Bagaimana aktivitas itu dikemas selain sebagai atraksi pariwisata yang unik, juga mampu menghasilkan matadagangan yang mampu bersaing di pasaran mancanegara," ujar Ketut Murdana yang juga seniman lukis yang sukses menggelar pameran di tingkat lokal, nasional dan internasional.
Bali sebenarnya memiliki banyak maestro dalam bidang seni lukis, tabuh maupun tari. Semuanya itu diharapkan mampu mewariskan keterampilan yang dimiliki kepada generasi mendatang.
Dengan demikian seni budaya Bali akan tetap lestari dan kokoh di tengah persaingan global, disamping mampu memberikan tingkat kesejahteraan masyarakat secara memadai.
Oleh sebab itu pengembangan ekonomi kreatif Indonesia 2025, diharapkan menjadi wujud optimisme baru dalam menyongsong masa nusantara dapat meningkatkan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Sebagai gelombang yang telah mengalami pergeseran dari era pertanian, era industrialisasi, era informasi yang ditandai dengan penemuan baru di bidang teknologi serta globalisasi ekonomi yang telah menggiring peradaban manusia ke dalam suatu arena interaksi sosial baru yang belum pernah dibayangkan sebelumnya.
Suami dari Dra Ni Made Rinu, MSi yang menjabat Dekan Fakultas Seni Rupa dan Disain ISI Denpasar itu menambahkan, industri kreatif adalah bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif.
Bangsa Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif, yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual.
Dengan demikian ada harapan bagi ekonomi Indonesia untuk bangkit, bersaing meraih keunggulan dalam ekonomi global. Seni budaya Indonesia sebagai sumber pengembangan industri kreatif Indonesia memiliki kekayaan seni budaya yang tersebar ke seluruh Nusantara.
Keunikan dan kehidupan seni budaya itu terpelihara oleh semangat religius dan magis, adat istiadat dapat dijadikan sumber acuan proses kreatif dalam membangun identitas yang kompetitif.
Kekayaan seni budaya Indonesia bukan sekedar estetika namun mengandung nilai-nilai dan gagasan vital bagi masyarakat pendukungnya.
Karakter Manusia Timur
Murdana menjelaskan, budaya Indonesia sering dikatagorikan sebagai negara timur, bersama wilayah lainnya di Asia, sehingga kebudayaan timur sering dianalogikan sebagai "suasana hati".
Sementara kebudayaan barat selalu dihubungkan dengan kapitalisme, teknologi, dan imperialisme. Terlepas dari adanya konplik pandangan tersebut, para pemikir telah melakukan kajian-kajian terhadap estetika timur yang membetuk proses kreatif masyarakat dan para senimannya.
Ada kecendrungan bahwa manusia timur lebih menekankan aspek intuisi dari pada akal. Pusat kepribadian seseorang bukanlah pada daya intelektualnya, melainkan ada dalam hati, yang mempersatukan akal, budi, intuisi, kecerdasan dan perasaan.
Masyarakat timur menghayati hidup dalam apa adanya, bukan semata-mata "hati" atau "rasa" dinilai sebagai pengganti logika kaku yang serba terbatas menghadapi kebenaran hidup. Masyarakat timur memiliki suatu bentuk pemikiran berdasarkan intuisi, yang akrab, hangat, personal, dan memiliki kedekatan dengan realitas yang kekal.
Dalam masyarakat timur, sesuatu yang abstrak dan simbolik dianggap sebagai realitas, misalnya cerita Maya Denawa di Bali, cerita Nyi Roro Kidul di Jawa dinilai sebagai sesuatu yang nyata.
Ekspresi keseniannya bersifat transisi antara dunai atas dan dunia bawah, wujud estetikanya adalah stilirisasi dari realitas kasat mata menjadi realitas imajinasi. Kesatuan dengan Alam, karya seni diciptakan berasal dari alam dan dipersembahkan kembali, dalam wujud pemujaan
Harmoni, karya seni tercipta merupakan implementasi keharmonisan, antara manusia dengan tuhan, sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya. Bentuk-bentuk alam diwujudkan dalam karya seni dimaknai sebagai simbol mendidik kehalusan budi.
Dengan demikian estetika timur bukan sekedar menyenang atau memberi rasa indah, namun mampu mengantar nilai-nilai kebijaksanaan yang menjadi harapan mampu mengembangkan industri kereatif untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata.
14 Kelompok
Pembantu Rektor I Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Drs I Ketut Murdana, MSi menjelaskan, pengembangan ekonomi kreatif Indonesia hingga 2025 menekankan pada 14 kelompok industri kreatif nasional antara lain meliputi periklanan, arsitektur, barang seni, kerajinan, desain, feshion , vedeo, film, fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertujukan, penerbitan dan percetakan.
Untuk mendukung kegiatan tersebut diperlukan sumber daya insani, bahan baku berbasis sumber daya alam, teknologi, tatanan institusi dan lembaga yang menjadi komponen dalam model pengembangan. Melalui model pengembangan yang strategis serta naluri semacam indera ke enam untuk membaca situasi yang tidak bisa tebaca orang lain.
Ketika naluri ini dikaitkan dengan proses kreatif, tentu produk industri kreatif mampu menghasilkan barang dan jasa yang belum dilakukan orang lain. Untuk mencapai proses semacam itu, memerlukan tingkat kecerdasan emosi, sosial dan religius yang memadai.
Selain itu didukung wawasan dan penelitian yang intensif terkait persoalan identitas, strategi pemasaran dan strategi politik. Masuknya industri barang dan jasa negara lain yang telah melanda kehidupan bangsa Indonesia, menjadikan bangsa ini semakin terjebak pada budaya konsumtif.
Krisis karakter tersebut menjadi tantangan dalam mengembangkan kreativitas dalam arti luas bagi bangsa Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudoyono pernah mengungkapkan, "Setiap krisis mengandung peluang, setiap masalah ada solusinya."
Barangkali itulah wujud indera ke enam, yang terimplikasi menjadi angan-angan kreatif yang sudah tentu memerlukan tindakan nyata.
Melalui kesadaran itu dimanfaatkan sebagai energi pembangkit semangat, mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Visi Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yakni "Bangsa Indonesia yang berkualitas hidup dan bercitra kreatif di mata dunia."
Untuk menjawab visi tersebut menurut Murdana diyakini bahwa, kolaborasi antara berbagai faktor yang berperan dalam industri kreatif yakniCendikiawan, bisnis dan Pemerintah, ketiganya memiliki peran sangat signifikan, namun memerlukan kontribusi dari aktor lainnya.
Institut Seni Indonesia (ISI), lembaga pendidikan tinggi seni Denpasar berperan membentuk sumber daya manusia yang cerdas dan kreatif serta mampu berperan dalam pengembangan ilmu, seni dan desain.
Keterlibatan peran itu sudah semestinya dioptimalkan oleh pemerintah, dalam upaya ikut berperan serta di dalamnya. Dari ke 14 kelompok industri kreatif nasional ISI dapat berperan dalam sepuluh kelompok antara lain seni pertunjukan, musik, desain interior, desain komunikasi visual, kerajinan, fotografi, periklanan, film, dan televisi.
Melalui Visinya ISI Denpasar menjadi pusat penciptaan, pengkajian, penyaji dan pembina seni yang unggul berwawasan kebangsaan demi memperkaya nilai-nilai kemanusiaan sesuai perkemangan zaman.
ISI Denpasar juga bertekad memainkan peran melalui kekuatan, penciptaan dan pengkajian yang berbasis kreatif dan intelektual dalam upaya mencetak masyarakat berbasis pengetahuan seni dalam demensi ruang, dan perubahannya.
Demikian pula untuk menggapai tingkat keragaman budaya bangsa, sebagai kekuatan penciptaan dan pengkajian, lembaga pendidikan tinggi seni itu menempatkan kewajibannya untuk memperluas akses melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Semua itu berorientasi untuk mencetak lulusan berkualitas, mandiri dalam persaingan masyarakat dunia. Untuk itu ISI telah menyusun kurikulum berbasis kompetensi dengan menempatkan keunggulan lokal sebagai sumber pembelajaran.
Upaya itu diimbangi dengan mengembangkan konsep-konsep kekinian, dengan semboyan "bertidak lokal berpikir global". Mata kuliah praktik dengan teori berkisar antara 60 persen dan 40 persen bagi minat penciptaan dan sebaliknya yakni 60 persen teori dan 40 persen praktik bagi minat pengkajian.
Melalui gagasan dan peran tersebut insan akademi ISI Denpasar telah menghasilkan karya-karya unggulan yang diapresiasi oleh masyarakat luas baik bidang seni pertunjukan maupun seni rupa dan desain.
Dengan demikian ISI Denpasar memiliki peran strategis dan aktif dalam ikut mewujudkan visi ekonomi kreatif Indonesia 2025. Untuk itu diperlukan kerja sama instansi terkait dalam upaya merumuskan paradigma dalam mengatasi persaingan dunia, ujar Ketut Murdana. (LHS)
Bali Kembangkan Industri Kreatif Dukung Pariwisata
Senin, 30 September 2013 16:19 WIB