Parapat, Sumut (Antara Bali) - Kalangan konsultan lingkungan mengungkapkan, imbal jasa lingkungan Danau Toba hingga kini masih tergolong minim karena banyak perusahaan belum memiliki kepedulian dan tanggung jawab atas dampak kerusakan lingkungan di danau terbesar di Asia itu.
"Padahal imbal jasa lingkungan atau 'Paymaents for Environmental Services' merupakan salah satu regulasi yang sangat perlu mendapat perhatian," ujar konsultan lingkungan daerah aliran Sungai Asahan-Toba, Sumatera Utara, Robert Tua Siregar di Parapat, Kabupaten Simalungun, Senin.
Diakuinya, regulasi yang mengatur tentang pembayaran imbal jasa lingkungan masih bersifat sektoral, tidak komprehensif serta belum banyak didiskusikan di Indonesia.
Menurut dia, kebutuhan regulasi tentang jasa lingkungan dan imbal jasa akan memberi landasan hukum bagi terciptanya mekanisme insentif atau kompensasi ekonomis di antara penyedia (providers) dan pengguna jasa lingkungan.
Tujuan pengelolaan jasa lingkungan hidup, kata dia, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, menumbuhkan tanggung jawab dan kerja sama multi pihak dalam perlindungan dan pengelolaan hidup serta mengembangkan instrumen ekonomi maupun sumber daya alam di daerah.
Ia menyebutkan, hutan Indonesia luasnya berkisar 133 juta hektare, dan telah terdegradasi sekitar 59.7 juta hektare dengan laju degradasi 1.08 juta hektare per tahun serta lahan kritis sebesar 30.196.799,92 hektare. (LHS)