Magelang (Antara Bali) - Lagu bernuansa Islami dengan iringan musik terbang terdengar
dari pelantang di kelenteng berumur tua di Kota Muntilan selagi ratusan
umat berbagai agama menyantap aneka menu buka puasa.
Suasana langit di atas kota terbesar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu makin bergerak temaram menuju gelap.
Kumandang azan magrib baru saja melintas, terdengar oleh ratusan
mereka yang kemudian berpindah tempat menuju bagian belakang Kelenteng
Hok An Kiong Muntilan itu yang dibangun pada tahun 1906.
Mereka pun menyantap berbagai menu buka puasa sambil bercengkerama
satu dengan yang lain. Buka puasa bersama pada Ramadan 1434 Hijriah
petang itu diselenggarakan oleh Paguyuban Umat Beriman Magelang dan
masyarakat Muntilan.
Hadir pada kesempatan itu, para pemuka berbagai agama, sekitar 700
umat lintas agama, dan tiga di antara enam pasangan bakal calon Bupati
dan Wakil Bupati Magelang untuk pemilihan kepala daerah setempat, 27
Oktober 2013.
Suasana buka puasa bersama terkesan makin bermakna karena kehadiran
Alissa Qotrunnada Wahid, putri sulung mantan Presiden K.H. Abdurrahman
Wahid yang juga tokoh pluralisme Indonesia itu.
Alissa, Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian, juga
menjadi pembicara dalam sarasehan budaya dan religi menjelang buka puasa
di panggung sebelah kanan kelenteng tua itu. Moderator sarasehan adalah
Ketua Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Magelang Ahmad Chabibullah.
Anak-anak remaja yang tergabung dalam kelompok pencak silat
"Nusantara" Kabupaten Magelang dan grup bela diri wushu berasal dari
Kelenteng Liong Hok Bio Kota Magelang menyuguhkan atraksi mereka
masing-masing dalam acara tersebut.
Pegiat Paguyuban Umat Beriman Magelang D. Martomo memimpin semua
yang hadir untuk melantunkan bersama-sama lagu ciptaannya yang bernuansa
pluralisme dengan judul "Ayo Rukun Bersatu".
"Yang diundang seluruh agama, mewakili Konghucu, Buddha, Kristen,
Katolik, Hindu, dan lainnya, dan tentu saja umat Islam, ada juga
penghayat Kepercayaan," kata Sekretaris Yayasan Tempat Ibadah Tri Dharma
Kelenteng Hok An Kiong Muntilan Hings Handoko.
Tentu saja, katanya, acara buka puasa bersama itu telah mulai
dirintis oleh peguyuban tersebut sejak waktu-waktu yang lalu melalui
berbagai pertemuan para pemuka lintas agama dalam skala yang relatif
lebih kecil di berbagai tempat.
Buka puasa bersama itu, katanya, sebagai keinginan umat beragama untuk berbuat baik dan benar.
"Kita menginginkan berbuat baik tetapi berbuat baik dan benar.
Kalau berbuat baik itu, kadang-kadang baik untuk kita, belum tentu
berbuat baik untuk orang lain. Akan tetapi, kalau kami mengatakan baik
untuk kami tetapi juga baik untuk semuanya. Itu barulah baik dan benar.
Dan, tentunya merajut semangat perdamaian," katanya.
Pada kesempatan itu, dia mengemukakan gambaran perdamaian sebagai
suatu taman dengan berbagai macam bunga sehingga tampak indah.
Chabibullah yang juga salah satu pegiat peguyuban itu menyebut
bahwa para pemuka berbagai agama di daerah itu, tak ingin sekadar saling
berkomunikasi untuk membangun kebersamaan hidup yang rukun dan damai.
Peguyuban tersebut, juga berkehendak menguatkan jalinan tali
silaturahim antarumat lintas agama melalui berbagai kesempatan.
Alissa memastikan bahwa peristiwa buka bersama oleh umat lintas
agama di kelenteng tua di Kota Muntilan itu memiliki pengaruh yang kuat
terhadap perkembangan kehidupan masyarakat plural Indonesia. Semua orang
berasal dari berbagai kelompok terlibat dalam buka puasa bersama,
Selasa (30/7) petang itu.
"Menarik sekali. Ini lengkap, bukan hanya dua atau tiga kelompok.
Ini aslinya Indonesia, ya, begini sebetulnya. Semua ada, bisa duduk
bareng, sama-sama saling menghargai, menyadari bahwa masing-masing punya
nilai-nilai sendiri, tetapi sama-sama orang Indonesia," katanya.
Melalui buka puasa itu, katanya, umat Islam, apalagi kalangan
Nahdlatul Ulama, mempraktikkan semangat ukhuwah islamiah, "ukhuwah
wathaniyah", dan "ukhuwah basyariyah". Mereka, bagaikan meraih suatu
wujud persaudaraan sesama Islam, persaudaraan kemanusiaan, dan
persaudaraan kebangsaan melalui buka bersama tersebut.
"Bagi umat Islam yang hadir di sini, dapat tiga-tiganya," kata Alissa yang juga jajaran Dewan Pembina Wahid Institute itu.
Ia mengemukakan bahwa kebersamaan sebagai kebutuhan yang harus
diperjuangkan terus-menerus oleh masyarakat Indonesia pada masa
sekarang.
Pada masa lalu, katanya, ihwal kebersamaan memang menjadi "roh"
orang Indonesia, dan bagian kehidupan masyarakat sehari-hari.
"Sekarang ini, kebersamaan sudah tidak otomatis lagi, harus
diperjuangkan dan digerakkan karena mulai ada ideologi-ideologi yang
berbeda, mulai ada yang menawarkan kultur yang berbeda. Hanya bersaudara
dengan kelompoknya, yang lain musuh," katanya.
Siar tentang perdamaian memang patut terus didengungkan oleh siapa
saja, untuk membenam suara-suara kekerasan dan kebencian.
"Ini penting supaya telinga kita tidak bising oleh orang-orang yang
mengatasnamakan agama, tetapi memusuhi orang lain karena siarnya, siar
kebencian. Di sini, siarnya siar perdamaian," katanya.(WRA)
Kebersamaan Buka Puasa di Kelenteng Tua
Rabu, 31 Juli 2013 7:25 WIB