Denpasar (ANTARA) - Sejumlah petugas kebersihan yang mengemudikan truk pengangkut sampah masih membuang sampah organik ke tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung, Denpasar, Bali.
Salah satu petugas, Erwin (35) di Denpasar, Rabu, mengaku sadar terhadap larangan tersebut, namun terpaksa, karena tidak ada lagi tempat membuang sampah dari depo atau tempat pembuangan sementara (TPS), selain ke TPA Suwung.
Ia mengatakan meski Pemprov Bali menyatakan sampah organik tidak lagi bisa masuk TPA Suwung sejak Jumat (1/8), nyatanya truk-truk dengan sampah campuran itu diloloskan.
“Iya masih boleh, aturan tidak boleh memang, tapi kami mau milah susah, waktu tidak ada dan butuh biaya lagi, di dalam juga tidak dicegat masih boleh,” kata dia.
Pada Kamis (31/7), Pemprov Bali mengeluarkan aturan bahwa mulai Jumat (1/8) truk pengangkut sampah dari Denpasar dan Badung tidak boleh lagi membuang sampah organik ke TPA Suwung, hanya boleh sampah anorganik dan residu.
Erwin yang sehari-hari mengangkut sampah dari depo sampah Tuban, Badung, mengakui saat hari pertama terdampak antre atas larangan masuknya sampah organik.
Namun, hari-hari berikutnya tak ada petugas TPA Suwung yang melarang. Ia juga tak memiliki cukup waktu jika harus memilah di TPS, sebab sampah yang diangkut ke truk tak satu pun terpilah dari sumber.
“Dari Tuban masih seperti biasa campur, kalau menurut saya sekarang kan disana tempat pilahnya tidak ada, kalau dipilah, kami butuh tenaga lagi, waktunya rumit, dan mungkin warga tidak nutut waktunya untuk milah, kalau sampah sedikit saya tidak masalah, tapi kan ini ngurus semua warga,” ujarnya.
Petugas yang mengemudikan truk hibah DKLH Badung itu berharap pemerintah daerah setidaknya menyiapkan lahan lain jika jenis sampah tidak boleh disatukan, sehingga para petugas tahu harus membawa sampahnya kemana.
Pengemudi truk pengangkut sampah lainnya, Eka juga menyampaikan yang sama, dimana ia masih membuang sampah campuran di TPA Suwung, kecuali setiap Hari Rabu, karena TPA ditutup.
“Ini masih kecampur dari TPS Padangsambian Klod, belum ada batasan,” kata dia.
Petugas dari swakelola swasta itu mengaku tahu dengan larangan Pemprov Bali, namun bersama beberapa rekannya yang lain belum dapat mengikutinya, karena kebingungan harus membuang sisa sampah atau sampah organik kemana.
Kabid Pengolahan Sampah, Limbah B3, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DKLH Bali Ida Bagus Kade Wira Negara mengatakan semestinya yang bisa diterima hanya truk yang mengangkut sampah anorganik dan residu.
Di Denpasar saja dalam sehari sebanyak 1.000 ton sampah masuk TPA Suwung, sehingga dengan mengurangi jenis sampah organik akan mampu menekan beban di TPA yang saat ini tingginya mencapai 30 meter itu.
“Tetapi, memang implementasinya berbeda-beda, di Denpasar, karena volume sampahnya paling banyak 1.000 ton per hari, bayangkan itu kalau sebulan berapa, selama ini paradigmanya sampah itu dikumpul, angkut, buang, sekarang kondisi TPA Suwung itu sudah penuh,” ujarnya.
DKLH Bali mengajak masyarakat menerapkan pemikiran sampah mu tanggung jawab mu atau tidak mengotori desa lain, begitu pula jika masyarakat telah membayar ke swakelola sampah dapat berkoordinasi dengan pihak yang menjalankan bisnis tersebut jika merasa tidak memungkinkan melakukan pemilahan sendiri.
“Kenapa tidak, kalau swakelola yang memilah, memang masyarakatnya tidak sadar memilah, karena dia kan sudah membayar, bisnis murni ya tinggal hitung-hitungan saja, kalau masyarakatnya dibuat nyaman berarti ada yang premium, ada yang umum, ada yang medium,” kata Kade Wira.
Baca juga: DKLH Bali: Larangan sampah organik masuk TPA Suwung tidak mendadak
Baca juga: Motor gerobak sampah padati gerbang Kantor Gubernur Bali sejak pagi
Baca juga: Pemprov Bali umumkan TPA Suwung tak terima sampah organik mulai 1 Agustus
Baca juga: DKLH Pemda Bali umumkan penutupan TPA Suwung tiap Rabu
