Bangli (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bangli dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangli bersepakat akan mengawal pembangunan desa guna mencegah penyalahgunaan dana desa dan agar selalu taat aturan atau hukum.
Bupati Bangli Sedana Arta menyatakan pentingnya menjaga dan meningkatkan hubungan kerja sama yang sinergis antara pemerintah desa dengan Kejari Bangli melalui pelaksanaan peresmian Bale Masawitra Jaga Desa dan Umah Restorative Justice se-Kabupaten Bangli, demikian siaran pers Diskominfo Bangli, Rabu.
“Bale Masawitra yang digagas oleh Kejaksaan Negeri Bangli merupakan inovasi yang sangat tepat untuk memfasilitasi permasalahan desa, langsung di desa dengan tokoh-tokoh masyarakat," ungkap Sedana Arta.
Hal itu disampaikan Bupati Bangli saat menerima kunjungan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumadana, dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Lila Agustina, ke Bangli dalam rangka penerangan hukum Jaksa Garda Desa (Jaga Desa) Kejari Bangli dirangkaikan dengan acara peresmian Bale Masawitra Jaga Desa dan Umah Restorative Justice se-Kabupaten Bangli yang bertempat di Kantor Bupati Bangli.
Bale Masawitra Jaga Desa dan Umah Restorative Justice merupakan program Kejaksaan Agung yang bertujuan untuk membantu pemerintah dalam membangun karakter bangsa yang taat hukum dengan pemanfaatan dana desa secara berkelanjutan.
Program tersebut juga mencegah penyimpangan dalam pembangunan desa dan penggunaan dana desa, meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pengelolaan dana desa dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat desa.
Kejaksaan Negeri Bangli juga menyelenggarakan sebuah wadah yang disebut Umah Restorative Justice merupakan sebuah tempat bermusyawarah untuk mendapatkan solusi atas permasalahan di masyarakat dengan melibatkan tokoh Adat/ tokoh Masyarakat/Aparatur Desa setempat.
Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Bangli Era Indah Soraya menyatakan bahwa pada kurun waktu tahun 2024, keberadaan Umah Restorative Justice (RJ) di Kabupaten Bangli telah menjadi tempat untuk menyelesaikan penanganan lima perkara melalui mekanisme RJ, dari tiga target perkara, yaitu dua perkara lakalantas, satu perkara pencurian, satu perkara penganiayaan dan satu perkara penadahan.
Dengan adanya penyelesaian permasalahan di tengah masyarakat melalui mekanisme RJ, maka diharapkan keputusan yang dihasilkan lebih dapat mewujudkan keadilan bagi para pihak karena didasarkan pada nilai keadilan dan kearifan lokal (Local Wisdom) dimana penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi nilai musyawarah serta melibatkan tokoh adat/tokoh masyarakat setempat.
Sementara Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumadana, juga mengatakan Bali saat ini sedang mengalami berbagai masalah hukum.
"Untuk itulah wadah Bale Masawitra Jaga Desa dan Umah Restorative Justice dibuat supaya bisa menjadi tempat pendampingan ketika kedepannya terjadi masalah hukum, mencari solusi setiap masalah di tingkat bawah dan yang terpenting mengawal serta mendampingi pembangunan di Desa untuk menghindari terjadinya kebocoran," katanya.
Terkait masalah hukum yang melibatkan desa adat, Bendesa adat sebagai garda terdepan dalam masyarakat Bali harus melek Hukum, harus memahami apa yang terjadi di lingkungan masyarakatnya dan tentunya juga harus jujur dalam menjalankan swadarmanya sehingga kalau terjadi masalah hukum pihak kejaksaan bisa memberikan pendampingan.