Denpasar (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab luas panen padi di Pulau Dewata terus menurun.
“Penurunan tadi macam-macam, kalau luas panen berdasarkan hasil pengamatan kami tergantung dari iklim cuaca, dari sawah yang tidak bisa maksimalkan untuk produksi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Bali Kadek Agus Wirawan.
Ia di Denpasar, Senin, mengatakan luas panen juga dapat turun karena faktor petani yang beralih pekerjaan sementara, misalnya ketika ada sektor yang lebih bagus sehingga berhenti bertanam dan sewaktu-waktu kembali.
BPS Bali sendiri mengungkapkan sepanjang 2024 dari Januari hingga Desember, luas panen padi 103,8 ribu hektare, angka ini turun 4,34 persen dari luasan panen 2023 yang sebesar 108,51 ribu hektare.
Penurunan ini sudah dirasakan Bali sejak subround ketiga 2024 atau September-Desember, dimana dari luas panen 33,69 ribu hektare para periode yang sama tahun 2023 menjadi 32,82 ribu hektare.
Baca juga: 6,3 juta lebih turis wisata ke Bali sepanjang 2024
Kondisi ini berdampak pada produksi padi sepanjang tahun, yaitu sepanjang 2024 turun 5,66 persen dibanding tahun sebelumnya, atau dari 673,58 ribu ton menjadi 635,47 ribu ton.
Meski terjadi penurunan, BPS Bali mencoba menghitung angka potensial luas panen padi subround satu Januari-April 2025, dan hasilnya menunjukkan hal positif.
“Berdasarkan amatan KSA Januari-April bahwa angka potensi luas panen seluas 31,46 ribu hektar atau naik 13,09 persen dari 27,82 ribu hektare,” ujar Kadek Agus.
Kadek Agus menjelaskan proses penghitungan luas panen dan produksi padi di Bali menggunakan sistem metodologi survei kerangka sampel area (KSA) padi dan survei ubinan berbasis sub sektor KSA, sementara untuk luasan lahannya sendiri mengambil data eksekutif.
“Kalau untuk luas lahan sendiri, catatan dinas pertanian itu secara riil memang mengalami penurunan luas areal tanam sawahnya,” kata dia.
Baca juga: BPS Bali: Diskon tarif listrik sumbang deflasi tertinggi pada Januari 2025