Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Deru mesin pesawat berbadan lebar yang membisingkan dan memekakkan telinga di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali sirna saat umat Hindu di daerah itu menunaikan ibadah Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1935, Selasa (12/3).
Bandara Ngurah Rai, satu-satunya pintu masuk Pulau Dewata lewat udara serta enam pelabuhan laut lainnya ditutup sementara selama 24 jam, sejak pukul 06.00 Wita sebelum matahari terbit hingga jam 06.00 keesokan harinya.
Ditutupnya pintu masuk ke Bali dari dan ke dunia internasional kali ini merupakan ke-15 kalinya sejak 1999, sebagaimana ketentuan di dalam Surat Keputusan Dirjen Perhubungan, Kementerian Perhubungan Nomor AU 126961/DAU/7961/ 99, tertanggal 1 September 1999 dan diperkuat Surat Edaran Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
"Hanya di Bali yang bisa menghentikan penerbangan pesawat udara, baik yang akan berangkat maupun datang dari berbagai penjuru dunia maupun daerah di Indonesia terkait pelaksanaan Nyepi," tutur Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
Terkait dengan penutupan seluruh pintu masuk ke Bali, Gubernur Bali Made Mangku Pastika telah bersurat kepada empat menteri Kabinet Indonesia Bersatu untuk "mengisolasi" Bali dari dunia luar pada hari suci Nyepi tersebut.
Menurut Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali, I Ketut Teneng dan Kabid Perhubungan Udara Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Ida Bagus Puja Astawa, S.H., M.Si., surat telah disampaikan sejak dini dengan harapan dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang terkait, baik di tingkat nasional maupun masyarakat internasional.
Surat Gubernur Bali Nomor 003.2/17319/DPIK tertangggal 6 November 2012 disampaikan kepada Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, serta Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring.
Selain itu, juga disampaikan kepada Dirjen Perhubungan Darat, Laut dan Udara di lingkungan Kementerian Komunikasi Informatika, di samping Ketua DPRD Bali dan seluruh bupati dan wali kota di Pulau Dewata.
Surat tersebut juga ditembuskan kepada 27 instansi terkait di tingkat pusat dan Bali, termasuk kepala kantor Otoritas Bandara Udara Wilayah IV Tuban serta seluruh kepala pelabuhan laut di daerah ini.
Keenam pelabuhan laut keluar-masuk Bali yang juga ditutup sementara meliputi Pelabuhan Benoa (Denpasar), Celukan Bawang (Buleleng), Pelabuhan Gilimanuk yang menghubungkan Ketapang (Jatim) dan Pelabuhan Padangbai yang menghubungkan Lembar (NTB).
Selain itu, juga pelabuhan Tanah Ampo, Kabupaten Karangasem yang khusus melayani kapal pesiar dari mancanegara dan pelabuhan laut Padangbai di kepulauan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung yang terpisah dengan daratan Bali.
Surat edaran tersebut oleh Menlu Marty Natalegawa diteruskan kepada seluruh Kedutaan Besar RI di mancanegara guna diinformasikan kepada masyarakat internasional. Dengan demikian, wisatawan yang merencanakan berlibur ke Pulau Dewata tidak datang pada saat Bali lumpuh aktivitas.
Seluruh penerbangan domestik dengan tujuan akhir dan keberangkatan pertama dari Bandara Ngurah Rai, Bali ditiadakan. Penerbangan transit masih diizinkan. Namun, dilarang mengangkut penumpang dengan tujuan akhir Bandara Ngurah Rai atau berangkat dari Ngurah Rai, kecuali mengangkut penumpang transit.
Sementara itu, penerbangan internasional dengan tujuan akhir dan keberangkatan pertama di Bandara Ngurah Rai juga ditiadakan, penerbangan transit tetap diizinkan. Namun, dilarang mengangkut penumpang tujuan akhir Bandara Ngurah Rai, atau berangkat dari Bandara Ngurah Rai, kecuali mengangkut penumpang transit.
"Penerbangan lintas technical landing dan emergency landing tetap diizinkan. Namun, awak pesawat dan penumpang harus tetap berada di wilayah Bandara Ngurah Rai selama umat Hindu menunaikan tapa brata," tutur I Ketut Teneng.
Daya Tarik
Umat Hindu yang melaksanakan ibadah tapa brata penyepian dari sisi pariwisata dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara, mengingat 24 jam melakukan amati karya (tidak bekerja tanpa kegiatan), amati lelungaan (tidak bepergian), amati geni (tidak menyalakan api), dan amati lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu).
Bali tanpa aktivitas saat hari Suci Nyepi, menurut Ketua Program Studi Pemandu Wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr. I Ketut Sumadi, M.Par. dapat dimaknai sebagai upaya penyadaran pentingnya lingkungan yang bebas dari aneka polusi, termasuk akibat limbah CO2 dari kendaraan-kendaraan bermotor.
Satu hari Nyepi itu akan mampu mengurangi dampak pemanasan global dan penghematan energi yang relatif besar, di samping makna yang hakiki membangun kesucian diri dan memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama.
Oleh sebab itu, Nyepi yang dirayakan setiap 420 hari sekali itu tidak hanya dipandang sebagai momentum untuk introspeksi diri, namun diaktualisasikan sesuai dengan perkembangan fenomena masa kini.
Meskipun seluruh pintu masuk ke Bali ditutup, wisatawan mancanegara yang ingin berlibur ke Pulau Dewata ikut menikmati suasana Nyepi dapat memajukan jadwalnya sehari lebih awal.
Bali pada saat Hari Nyepi bagaikan "pulau mati", gelap gulita pada malam hari dan sunyi senyap karena seluruh masyarakat mengurung diri dalam rumah menunaikan ibadah tapa brata penyepian.
Pulau Seribu Pura pada hari istimewa yang jatuh setiap 420 hari sekali, yakni sehari sesudah Tilem Kesanga (kesembilan), bagaikan pulau tanpa penghuni akibat seluruh kegiatan perekonomian terhenti total, jalan raya sepi, dan seluruh pemilik bangunan menutup pintu.
Peka dan Waspada
Doktor I Ketut Sumadi mewanti-wanti masyarakat Bali untuk lebih meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan menjelang hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1935 yang jatuh Selasa, 12 Maret 2013.
Meningkatkan kewaspadaan itu sangat penting menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah pada tanggal 15 Mei 2013, sekaligus mencegah tindak kejahatan yang dilakukan orang luar maupun sesama orang Bali.
Hal itu perlu diwaspadai semua pihak, terutama gesekan dan sentuhan saat mengarak ogoh-ogoh (boneka raksasa) pada malam Pengrupukan, sehari menjelang Nyepi.
Hal itu perlu diwaspadai, mengingat pengalaman tahun-tahun sebelumnya saat arakan pawai ogoh-ogoh pada malam pengrupukan terjadi sentuhan antarbanjar yang memicu terjadinya bentrok massal.
Demikian pula, umat lintas agama menghormati pelaksanaan ritual Catur Brata penyepian sesuai dengan seruan bersama yang ditandatangani oleh pimpinan majelis, majelis agama dan keagamaan di Pulau Dewata.
Dalam seruan bersama tersebut, umat Hindu diharapkan mampu melaksanakan catur Brata penyepian, yakni empat pantangan yang dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Upaya itu sekaligus mampu memelihara dan memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama yang selama ini di Bali hidup rukun harmonis berdampingan satu sama lainnya, ujar Jero Ketut Sumadi. (*/ADT/T007)