Badung, Bali (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Bali memperkuat sinergi multi-pihak dalam berbagi data untuk menangani pengungsi dan pencari suaka.
"Isu pencari suaka dan pengungsi adalah tanggung jawab bersama," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali Pramella Yunidar Pasaribu di sela diskusi penanganan pencari suaka dan pengungsi asing di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.
Menurut dia, data yang akurat dan aman memiliki peran yang penting dalam menangani pengungsi dan pencari suaka.
Pasalnya dengan berbagi data yang akurat, pihaknya memiliki pemahaman yang lebih komprehensif mengenai situasi di lapangan dan memungkinkan untuk mengambil tindakan yang lebih efektif.
"Kami perlu bekerja sama untuk memberikan perlindungan dan bantuan yang layak bagi mereka," imbuhnya.
Meski tidak secara khusus memberikan detail kasus pengungsi dan pencari suaka yang ditangani, namun Bali kerap bersentuhan langsung dengan isu tersebut karena merupakan tujuan wisata dunia.
Baca juga: Pemerintah buka posko pengungsian warga terdampak asap kebakaran TPA Suwung
Berdasarkan catatan Kemenkumham Bali, beberapa kali mendeportasi pencari suaka atau pengungsi di antaranya pencari suaka asal Venezuela pada Rabu (17/1/2024) berinisial SEBM.
Ia dideportasi karena tidak ada kejelasan terkait negara tujuannya setelah masuk Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta Jakarta pada Agustus 2019 dengan visa pelajar dan sempat memperpanjang visa.
Selain itu, pada Senin (2/9) Imigrasi melalui Rumah Detensi Imigrasi Denpasar mendeportasi WNA asal Irak berinisial IWM yang berstatus pengungsi sejak 2020.
Ia dideportasi setelah mendapat vonis lima bulan penjara akibat kasus pencurian kartu kredit.
IWM diketahui masuk Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada 2017 dan memiliki istri seorang WNI.
Sementara itu, berdasarkan data Badan PBB yang menangani pengungsi (UNHCR) perwakilan di Jakarta mencatat hingga akhir 2023 terdapat 12.295 pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di UNHCR Indonesia.
Dari jumlah itu, sebanyak 69 persen di antaranya adalah dewasa yang mayoritas laki-laki dan 29 persen anak-anak.
Mereka merupakan pengungsi Rohingya, kemudian pencari suaka dari Afganistan, Myanmar, Somalia, dan Yaman.