Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali menekankan pentingnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Pulau Dewata melakukan diversifikasi kredit agar cakupan pembiayaan terhadap usaha mikro dan kecil lebih inklusif.
“Struktur ekonomi di Bali masih didominasi akomodasi, makan dan minum atau pariwisata. Namun saat pandemi, semua collaps (runtuh),” kata Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Menurut dia, masih ada peluang kucuran pembiayaan dari BPR diperluas ke sektor lain di antaranya pertanian, perikanan dan perkebunan yang lebih produktif.
Sektor tersebut diharapkan menjadi penopang kinerja usaha ketika sektor lain mengalami pelambatan pertumbuhan.
Di sisi lain, ia juga mengingatkan perbankan untuk tidak latah dalam kucuran kredit tanpa memperhatikan kemampuan dan mitigasi risiko yang cukup.
“Biasanya kredit konsumtif kemudian karena lagi booming, ikut-ikutan beralih ke kredit konstruksi padahal kapasitas, sumber daya manusia dan manajemen risiko tidak memadai. Bukannya diversifikasi, tapi malah menjadi kredit bermasalah,” imbuhnya.
Kristrianti menambahkan diversifikasi kredit dibutuhkan mengingat situasi ekonomi global sedang tidak baik dipengaruhi kondisi geopolitik yang belum stabil di antaranya geopolitik Rusia-Ukraina yang belum tuntas, Timur Tengah, Bangladesh hingga London.
Kondisi itu juga berdampak terhadap mitra dagang Indonesia yang perekonomiannya belum cerah.
Ada pun dampak geopolitik itu, kata dia, bisa berdampak ganda ke sejumlah sektor termasuk pariwisata yang mewarnai mobilitas masyarakat, sektor yang selama ini menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Bali.
Sementara itu, berdasarkan data OJK Bali untuk realisasi kredit termasuk dari BPR selama periode Januari-Mei 2024 mencapai Rp219,54 triliun atau tumbuh 10,69 persen jika dibandingkan periode sama tahun 2023 mencapai Rp198 triliun.
Sedangkan dana pihak ketiga (DPK) atau dana nasabah yang dikumpulkan pada periode itu mencapai Rp263,38 triliun atau naik 16,29 persen dibandingkan periode sama 2023 mencapai Rp226 triliun.
Ada pun kecukupan modal BPR yang tercermin dari likuiditas (cash ratio/CR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Mei 2024 masing-masing mencapai 15,50 persen dan 36,73 persen atau di atas ambang batas 5 persen dan 12 persen.
Tingginya permodalan perbankan diyakini mampu menyerap potensi risiko yang dihadapi.