Jakarta (Antara Bali) - Dirjen Bimas Buddha A Djoko Wuryanto mengakui meski pihaknya memiliki keterbatasan dana, tetapi untuk melestarikan situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya tetap dilakukan.
Seperti secara rutin membersihakan situs bersangkutan juga dijadikan sebagai tempat ibadah, karena hal itu bagian dari sejarah yang penting bagi bangsa Indonesia, katanya ketika bertatap muka dengan para wartawan di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, umat Buddha di Indonesia sekitar 8 juta jiwa dan jumlah sebanyak itu tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Penganutnya pun tak terbatas di kalangan etnis tertentu saja, seperti China ataupun Jawa. Juga banyak di daerah pedalaman dengan sarana tempat ibadah serba kekurangan.
Bimas Buddha tak memiliki cukup dana untuk menyelamatkan berbagai situs bersejarah di Indonesia. Untuk menangani ini ada institusi lain, tetapi untuk melestarikan situs yang berkaitan dengan agama Buddha pihaknya memiliki tanggung jawab besar.
Hanya saja, sebatas melestarikan dan tidak melakukan penggalian karena keterbatasan dana.
Dana bantuan Bimas Buddha untuk rumah ibadah sebesar Rp100 ribu. Dana sebesar itu tentu saja sangat tak memadai dengan rumah ibadah Buddha yang mencapai 3.441 yang tersebar di berbagai lokasi, terdiri vihara 3.236 buah dan 205 kelenteng.
Ia pun mengakui banyak umat di luar Buddha, seperti dari etnis China, tercatat memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Buddha. Tapi realitasnya banyak melakukan ritual agama Konghuchu. Itu terjadi lantaran Vihara, tempat ibadahnya memiliki tiga guru: Sang Buddha, Tao dan Konghucu. Biasanya viharanya memiliki nama Tri Dharma.
Hal itu tidak masalah. Umat Buddha mudah diatur dan punya toleransi tinggi, tutur Djoko Wuryanto. (LHS/T007)