Denpasar (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menempuh mediasi dalam menangani sebanyak 1.737 aduan selama periode 2020-2023 terkait dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan korporasi untuk memberikan solusi ke pihak yang terlibat.
“Prinsip utama mediasi harus sukarela, tidak ada paksaan harus sama-sama bersedia dan prinsip kedua itu setara,” kata Komisioner Komnas HAM RI Prabianto Mukti Wibowo di sela seminar Komnas HAM terkait pariwisata inklusif berkelanjutan di Denpasar, Senin.
Menurut dia, mediasi memberikan solusi saling menang (win-win solution) pada kedua belah pihak karena korporasi biasanya lebih mengutamakan jalur hukum melalui pengadilan.
Sedangkan, lanjut dia, aduan yang diajukan masyarakat apabila di ranah hukum sebagian besar berada di posisi yang lemah karena keterbatasan finansial dan pengetahuan hukum.
Baca juga: Komnas HAM tekankan pentingnya literasi digital untuk cegah TPPO
Dari jumlah aduan itu, imbuh dia, sekitar 60 persen di antaranya ditempuh melalui jalur mediasi dengan tingkat keberhasilan atau mencapai kata sepakat di antara dua pihak mencapai sekitar 40 persen.
Untuk satu kasus aduan, lanjut dia, proses mediasi hingga mencapai sepakat dapat memakan waktu hingga empat bulan.
Ada pun contoh mediasi sukses di antaranya yang dua minggu lalu diselesaikan yakni sengketa antara masyarakat adat di Ketapang, Kalimantan Barat dengan salah satu korporasi yang sudah berlangsung selama lima tahun.
Setelah mediasi kemudian disepakati bahwa lahan yang diokupasi perusahaan diganti dengan pengganti lain dan perusahaan memberikan hasil produksi sawit yang dikelola kepada masyarakat.
Prabianto menambahkan korporasi menduduki posisi kedua aduan dugaan pelanggaran HAM setelah institusi penegakan hukum.
Berdasarkan identifikasi Komnas HAM RI, kasus paling banyak untuk aduan korporasi itu berkaitan dengan konflik agraria atau lahan yang disebabkan tumpang tindih perizinan, penggusuran paksa hingga proses ganti rugi yang belum layak.
Komnas HAM RI menetapkan bisnis dan HAM sebagai salah satu isu prioritas pada periode 2022-2027 yang dilakukan untuk mewujudkan kegiatan bisnis yang bertanggung jawab dalam penghormatan dan pemenuhan HAM di Indonesia.