Denpasar (ANTARA) - Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Bali menyampaikan penyebab elpiji 3 kg atau LPG bersubsidi langka di pengecer yaitu karena adanya indikasi pembelian berulang dari para pengecer di pangkalan.
Kepala Disnaker ESDM Bali Ida Bagus Setiawan di Denpasar, Senin, mengatakan semestinya agar sesuai kuota maka dalam sebulan tiap KK membutuhkan 4-5 tabung elpiji 3 kg, dan UMKM membutuhkan 10-15 tabung, namun fakta di lapangan masyarakat yang membeli di pangkalan lebih dari estimasi itu.
“Kalau dengan DTKS Bali sebetulnya masuk aman, tapi faktanya tidak. Berarti penggunaannya pasti di luar itu bahkan mungkin lebih, tidak hanya Denpasar tapi Klungkung dan Gianyar pengecer kita batasi, bukan langka tapi kalau dibiarkan bebas nanti tidak sampai Desember kuota ini akan habis,” kata dia.
Pembatasan pembelian oleh pengecer ke pangkalan menjadi alasan menipisnya elpiji 3 kg, namun menurut Setiawan ini justru upaya agar masyarakat membeli gas melon tersebut langsung ke pangkalan.
Ini sekaligus upaya pemerintah dan BPH Migas agar proses pendataan KTP elektronik penerima gas subsidi semakin cepat, dimana hingga saat ini baru mencapai 80 persen.
“Masyarakat terbiasa mencari di warung terdekat, tapi warung kan bukan pangkalan dia pengecer yang bisa menaikkan harga, pemerintah mendorong beli di pangkalan,” ujarnya.
Baca juga: Pertamina tambah pasokan elpiji tiga Kg di Bali
Diketahui sepekan terakhir di sejumlah daerah di Pulau Dewata masyarakat mengeluhkan menipisnya stok elpiji 3 kg, bahkan para pengecer berani menjual dengan harga tinggi.
Ini lantaran mereka sendiri kesulitan membeli di pangkalan, Kepala Disnaker ESDM Bali mencontohkan kondisi di Klungkung dimana sebelumnya masyarakat masih diizinkan per hari mengambil 10 tabung gas namun sekarang ditekan menjadi maksimal lima tabung.
Ini dilakukan demi menjaga ketersediaan elpiji 3 kg hingga akhir tahun, diketahui Bali mendapat kuota 215.448 tabung untuk tahun 2024, gas melon tersebut tersebar di 4.000 pangkalan resmi.
“Logikanya jumlah desa dan kelurahan 715, kemudian desa adat 1.493, artinya kalau pangkalan hampir 4 ribu semestinya sudah tersebar masyarakat tidak kesulitan, tapi faktanya sebarannya berkumpul di Denpasar dan sekitarnya, bisa jadi di marjinal kosong ini perlu didorong,” ujar pejabat Pemprov Bali itu.
Baca juga: Dinas ESDM Bali: Warga sebut NIK ke pangkalan saat beli elpiji subsidi