Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Bali Ida Bagus Setiawan mengatakan sesuai arahan Dirjen Migas warga yang hendak membeli gas Elpiji 3 kg bersubsidi di pangkalan mulai 1 Januari 2024 wajib menyebutkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Pusat (Kementerian ESDM) sudah membuatkan aplikasi, sehingga diperlukan konsumen untuk menyampaikan NIK-nya karena sudah tersistem, tidak perlu menyetorkan KTP karena khawatir nanti disalahgunakan,“ kata dia saat ditemui di Denpasar, Selasa.
Dengan membeli Elpiji 3 kg langsung di pangkalan maka masyarakat dapat memperoleh HET Rp18 ribu per tabung, dan pemerintah dapat memantau peruntukan gas bersubsidi tersebut, termasuk bagi UMKM jenis tertentu yang berhak menjadi penerima.
Menurut Setiawan idealnya rumah tangga sasaran penerima gas Elpiji bersubsidi hanya membutuhkan 4-5 tabung dalam sebulan sehingga tak akan terjadi kelangkaan sewaktu-waktu.
Namun yang menjadi perhatian saat ini adalah pemerataan pangkalan, sehingga masyarakat tidak perlu membeli ke pedagang eceran dan pemerintah dapat mendata peruntukan gas tersebut.
“Aplikasi untuk mendata pembeli gas ditugaskan BPH Migas, kemudian timnya juga dari pusat jadi kami di daerah membantu akselerasi, tidak tahu mekanisme sekarang ada kuota atau sudah disesuaikan. Tapi sebaran pangkalan tidak tersebar merata, jadi ada beberapa desa yang tidak ada pangkalannya, ini mempengaruhi,“ ujar Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Bali itu.
Dari data yang dimilikinya saat ini terdapat 3.500 titik pangkalan, jumlah desa di Bali 762 desa dan 1.400 desa adat, dari jumlah ia menilai ini ideal namun lokasinya cenderung berfokus di kota sehingga daerah yang dalam justru tidak terdapat pangkalan.
Dengan ini maka Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Bali berencana melakukan evaluasi rutin setiap tiga bulan untuk melihat perkembangan dari kebijakan ini.
Pendataan rumah tangga yang berhak menerima Elpiji 3 kg juga terus dilakukan Pemprov Bali, sekaligus mengantisipasi konsumsi yang meningkat jelang Pemilu 2024, namun proses verifikasi sepenuhnya berjalan di pusat sehingga pemerintah daerah hanya ingin memastikan agar proses pencatatan di pangkalan sesuai.