Denpasar (Antara Bali) - Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali akan turut memberi masukan dalam proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengakuan Hak-Hak Masyarakat Adat di Badan Legislasi DPR.
"Selain perda, dengan adanya undang-undang itu nantinya akan menjadi payung hukum bagi masyarakat adat di Indonesia, termasuk Bali," kata Ketua MUDP Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesha, di sela-sela Pelatihan Penyelesaian Wicara (kasus) Adat, di Denpasar, Selasa.
Ia dan perwakilan MUDP dijadwalkan akan bertemu Badan Legislasi DPR untuk memberi masukan pada Rabu (30/1) di Jakarta. Dipilihnya perwakilan Bali memberikan masukan karena dinilai Bali menjadi salah satu acuan kehidupan masyarakat adat di Indonesia yang masih eksis.
"Di Bali masih eksis ada desa pakraman (desa adat) dan juga wadahnya berupa Majelis Desa Pakraman dari tingkat desa hingga provinsi. Majelis ini menjadi tempat untuk mengadu, bicara, dan menyelesaikan permasalahan adat," ujarnya.
RUU itu, jelas dia, dalam draft awalnya terdiri atas sembilan bab dan 36 pasal. UU ini menjadi penjabaran UUD 1945 pasal 18 B mengenai masyarakat hukum adat.
"Di dalam RUU itu akan diatur apa itu masyarakat hukum adat, wewenang dan haknya, dan juga hak serta kewajiban pemerintah terhadap masyarakat hukum adat," ucapnya.
Penyelesaian wicara (kasus) adat pun, lanjut dia, menjadi salah satu ketentuan yang diatur pada RUU tersebut.
Suwena menambahkan bahwa pada dasarnya hukum adat menjadi salah satu sumber sejarah dan filosofi hukum nasional sehingga sudah sepatutnya harus dihormati. (LHS)