Gianyar, Bali (ANTARA) - Membahas soal pariwisata Bali memang tak ada habisnya, karena selalu menjadi magnet bagi para pelancong.
Selain daya tarik seni, budaya yang unik dan pemandangan alamnya, Pulau Dewata menawarkan wisata spa, kuliner, spiritual, dan ada juga wisata olahraga yang makin melengkapi daya tarik sebagai salah satu tujuan wisata nomor wahid dunia.
Lengkapnya daya tarik wisata tersebut dan didukung infrastruktur, membuat Bali juga kerap menjadi tuan rumah pelaksanaan ajang olahraga internasional, di antaranya maraton hingga berselancar.
Wisata olahraga di Bali pun menjadi tren karena mulai banyak dikemas pelaku usaha dan ada pangsa pasar yang besar.
Baca juga: Pelatih PSS Sleman bilang Stadion Dipta Bali seperti di Eropa
Bahkan, menurut catatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pertumbuhan sport tourism di Tanah Air diperkirakan bisa mencapai Rp18,8 triliun pada 2024.
Tur Stadion Dipta
Selama ini keberadaan stadion olahraga hanya didatangi penonton ketika ada agenda pertandingan. Tidak demikian dengan Stadion Kapten I Wayan Dipta di Kabupaten Gianyar, Bali, yang berjarak sekitar 25 kilometer dari titik nol pusat Kota Denpasar.
Markas klub sepak bola Bali United itu menjadi salah satu daya tarik wisata olahraga karena dikemas dengan tur berkeliling melihat langsung “dapur” stadion berstandar FIFA itu.
Dari segi kapasitas tempat duduk, Stadion Dipta bisa dibilang stadion mungil di antara stadion kelas internasional lain yang ada di Tanah Air.
Meski begitu, stadion yang terletak di Jalan By Pass Dharma Giri Gianyar itu menarik perhatian wisatawan mancanegara.
Pemandu Tur Stadion Dipta Alfa Virgiansyah menjelaskan rata-rata tiap bulan ada sekitar 50 grup berwisata yang didominasi wisatawan Eropa, di antaranya Belanda, Inggris, dan Jerman.
Dengan harga tiket berbeda antara pengunjung Indonesia dan pengunjung warga negara asing, wisatawan itu masing-masing mendapatkan paket makan di kafe di dalam stadion.
Baca juga: Pengelola JIS studi banding di Stadion Dipta
Wisatawan diajak berkeliling, misalnya menyinggahi ruang ganti pemain yang tak bisa diakses bebas oleh publik di lantai satu.
Di ruang ganti berkapasitas 25-30 loker milik tim Serdadu Tridatu itu dilengkapi latar belakang seragam kebesaran khas Bali United, lengkap dengan nama para pemain serta ada papan yang digunakan pelatih untuk menyusun strategi dan evaluasi ketika pemain turun minum.
Perbedaan mencolok antara stadion di Eropa dengan di Bali adalah fasilitas tempat mandi pemain.
Jika di Eropa tidak ada pemisah atau terbuka, namun di Stadion Dipta tempat mandi para pemain itu tertutup dengan dinding pemisah dan penutup dari tirai.
Selain itu, ada juga empat kolam jakuzi berisi air dan es, yang masing-masing dua unit berada di sisi utara dan selatan, digunakan khusus pemain setelah mereka bertanding.
Layaknya menyusuri labirin, pengunjung diajak menyusuri lorong demi lorong, termasuk menengok ruang jumpa pers wartawan.
Tur kemudian menyusuri lantai empat stadion itu yang merupakan ruang penonton VVIP dan kelas paling tinggi, yakni Royal, khusus pejabat tinggi pemerintahan, misalnya setingkat kepala negara atau tamu khusus.
Ada dua ruang VVIP, yakni utara dan selatan, dengan masing-masing 36 tempat duduk dan satu ruang Royal dengan 38 tempat duduk yang menghadap langsung ke tengah lapangan.
Wisata di stadion itu tidak menyinggahi lantai dua dan tiga, karena di lantai dua merupakan ruang khusus panitia dan pertemuan FIFA serta di lantai tiga merupakan ruang kamera untuk kebutuhan siaran langsung televisi dan ruang kontrol kamera pemantau (CCTV).
Pengunjung juga diajak merasakan kualitas rumput asli di Stadion Dipta yang mendapatkan penilaian 95 persen dari lembaga penelitian Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Labosport pada akhir 2022.
Tur kemudian berakhir dengan menikmati kafe dengan pemandangan langsung menghadap lapangan.
Perbaikan infrastruktur
Tak bisa dipungkiri, tur di stadion itu menjadi menarik juga berkat perbaikan infrastruktur di Stadion Dipta yang sebelumnya dilakukan karena menjadi salah satu lokasi Piala Dunia U20, meski pada akhirnya batal diadakan di Indonesia.
Stadion Dipta bersolek sejak 2020 bersama beberapa lapangan lain di Bali, yakni Stadion Ngurah Rai, Gelora Samudera Kuta, Gelora Tri Sakti Legian, dan Lapangan Kompyang Sujana Denpasar.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memimpin revitalisasi stadion dan lapangan.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, sebelumnya menyebutkan revitalisasi mencakup rehabilitasi struktur dan infrastruktur dasar, kelistrikan, perbaikan lapangan, dan pekerjaan lampu lapangan ditingkatkan menjadi 2.400 lux, sesuai standar FIFA.
Kemudian, tempat duduk penonton, ruang ganti pemain, papan skor, rumput, dan penataan kawasan, termasuk area parkir.
Ada pun total anggaran revitalisasi lima stadion untuk Piala Dunia U20 dan sejumlah lapangan latihan, termasuk yang di Bali mencapai Rp175 miliar.
Saat ini, Stadion Dipta digunakan untuk pertandingan kompetisi domestik Liga 1 Indonesia dan Piala AFC 2023/2024.
Wajah baru Stadion Dipta itu pun dikagumi Pelatih PSS Sleman Marian C Mihail karena memiliki atmosfer seperti di Eropa.
“Stadion yang bagus ini atmosfernya seperti di Eropa, mengingatkan saya dengan stadion di Belgia dan Belanda,” kata pelatih asal Rumania itu.
Di sisi lain, klub Bali United juga memiliki lapangan latihan tersendiri di Pantai Purnama, Kabupaten Gianyar, yang kerap disinggahi tim nasional dalam dan luar negeri untuk berlatih, termasuk lima negara peserta Piala Dunia U17.
Di lapangan latihan itu terdapat tiga lapangan bola serta fasilitas kebugaran atau fitnes.
Rencananya, terdapat total delapan lapangan bola khusus untuk latihan dan turnamen yang saat ini sedang dikebut pengerjaannya.
Sementara itu, Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir menyebutkan Bali berpeluang menarik lebih besar potensi wisata olahraga karena didukung fasilitas yang dibangun pemerintah dan swasta.
Saat meninjau fasilitas latihan sepak bola Bali United, beberapa waktu lalu, Erick menambahkan wisata olahraga juga bisa dikawinkan dengan wisata kesehatan dengan dibangunnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sanur, Denpasar, yang ditargetkan beroperasi pada 2024.
Adanya wisata stadion itu tentunya menambah wawasan tak hanya pariwisata tapi juga dunia olahraga Tanah Air.
Kesan stadion yang selama ini monoton, diharapkan memberi nilai baru bahwa stadion di Tanah Air juga bisa lebih dekat dan ramah kepada masyarakat dan wisatawan.