Jakarta (ANTARA) - PT PLN (persero) membutuhkan nilai investasi sebesar 155 miliar dolar AS untuk melaksanakan program pembangunan kelistrikan nasional berbasis energi hijau pada periode 17 tahun ke depan (2023-2040).
“Nilai itu bila dirupiahkan mencapai sekitar Rp2 ribu triliun. Ini merupakan nilai investasi yang cukup realistis,” kata Direktur Manajemen Resiko PT PLN Suroso Isnandar di Jakarta, Rabu.
Pernyataan tersebut disampaikan Suroso dalam konferensi pers Hari Listrik Nasional ke-78 Enlit Asia 2023, yang bertajuk Strengthening Asean Readiness In Energy Transition di Hotel Mulia Senayan.
Menurut Suroso, besaran investasi akan digunakan untuk membangun pembangkit listrik baru, meningkatkan kapasitas transmisi dan distribusi, serta mengembangkan smart grid.
Hal ini sebagaimana rancangan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2023-2040 yang sepenuhnya berbasis energi hijau.
Baca juga: PLN catat konsumsi listrik di Bali capai 1.000 mega watt
Rincian kebutuhan investasi PLN tersebut antara lain untuk pembangunan pembangkit listrik baru berkapasitas daya sebesar 30,9 megawatt atau senilai Rp1.200 triliun.
Kemudian, pembangunan transmisi dan distribusi Rp500 triliun, dan smart grid solar panel sebesar 27,7 gigawatt dan 18,537 kms dengan nilai sebesar Rp300 triliun.
Selain itu, ia menyebutkan, investasi tersebut juga akan digunakan untuk meningkatkan keandalan dan pemerataan pasokan listrik di seluruh Indonesia.
PLN memiliki beberapa proyek pembangunan yakni pembangunan 35.000 megawatt (MW) pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Pada pembangkit berbasis EBT ini diketahui berupa pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas sebesar 10.000 megawatt, pembangkit listrik tenaga air 10.000 megawatt, dan pembangkit listrik tenaga angin 15.000 megawatt.
Baca juga: Dirut PLN jelaskan strategi kurangi emisi di sektor kelistrikan
Kemudian, peningkatan kapasitas transmisi sebesar 200.000 MVA, peningkatan kapasitas distribusi sebesar 100.000 MVA, dan pengembangan smart grid di lima regional daerah di Indonesia.
Dalam hal ini PLN akan mengandalkan berbagai sumber pendanaan untuk membiayai investasi tersebut, termasuk dari APBN, pinjaman dari lembaga keuangan internasional, dan investasi dari swasta.
“Terbaru PLN sudah MoU dengan China dalam pengembangan smart grid dengan nilai valuasi kerjasama 54 miliar dolar AS,” kata dia.
Ia menyebutkan, kolaborasi seperti ini diharapkan bisa mengakselerasi skenario transisi energi pemerintah dengan target ambisius 75 persen penambahan kapasitas yang berasal dari EBT dan 25 persen dari gas alam pada 2040.