Denpasar (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar meminta masyarakat mewaspadai potensi kekeringan pada tiga kecamatan di Bali Utara karena sudah tidak turun hujan lebih dari 30 hari.
“Seluruh zona musim (zom) di Bali sudah memasuki musim kemarau,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar I Nyoman Gede Wiryajaya di Denpasar, Bali, Kamis.
Tiga kecamatan itu yakni Kecamatan Kubutambahan dan Kecamatan Tejakula di Kabupaten Buleleng dan Kecamatan Kubu di Kabupaten Karangasem.
Khusus Kecamatan Kubu, kata dia, berdasarkan pemantauan BMKG, sudah tidak ada hujan lebih dari 30 hari. Sedangkan daerah lain di sebagian wilayah Kabupaten Buleleng dan Karangasem sudah tidak turun hujan hingga delapan hari.
BMKG memperkirakan puncak kemarau di Bali terjadi pada Juli-Agustus 2023 di seluruh zom yang mencapai 20 wilayah.
Baca juga: BMKG : Massa udara basah picu hujan lebat saat musim kemarau di Bali
Wiryajaya menambahkan El Nino pada akhir Juni 2023 masih berada pada intensitas yang rendah mencapai titik 0,89. Apabila mencapai angka lebih dari 1, lanjutnya, merupakan intensitas moderat dan akan semakin kering.
Kondisi El Nino diperkirakan mencapai 1,01 pada periode Juni, Juli, Agustus (JJA) 2023, kemudian meningkat lagi pada periode Juli Agustus September 2023 (JAS), dan Agustus September Oktober (ASO) mencapai 1,10. Kemudian berangsur menurun hingga November Desember Januari (NDJ) mencapai 0,92.
Meski sudah memasuki musim kemarau, namun sebagian wilayah di Bali diperkirakan masih berpotensi turun hujan pada 11-20 Juli 2023.
Ada pun wilayah di Bali masih berpeluang terjadi hujan yakni di Kabupaten Tabanan, Gianyar, Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, Banjarangkan, Klungkung, Dawan, Bangli, Susut, Tembuku, Rendang, Selat, Sidemen, Manggis, Bebandem, Karangasem dan Abang.
Peluang hujan, ujar dia, dikontribusikan salah satunya oleh konsentrasi massa udara basah di Bali dari lapisan permukaan hingga lapisan 700 milibar atau 3.000 meter.
Massa udara yang basah itu disebabkan diantaranya oleh penguapan dan kelembaban udara tinggi. Selain itu adanya pola pertemuan angin di Samudera Hindia selatan Bali mendukung pertumbuhan awan hujan.