Denpasar (ANTARA) - Anak Agung Ngurah Gede Dharmayuda selaku perwakilan keluarga sekaligus Ketua Panitia Karya Pelebon (pembakaran jenazah) Raja Denpasar IX dari Puri Agung Denpasar Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan menyatakan rangkaian upacara yang dilaksanakan tidak jor-joran.
"Beliau (almarhum Raja Denpasar IX) memiliki kepantasan dan secara kemampuan ini tidak jor-joran. Kami hanya ingin meneruskan tatanan-tatanan puri yang terbaik," kata Dharmayuda di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, rangkaian persiapan upacara yang telah berjalan selama empat bulan dan puncaknya pada Rabu (21/6) tersebut dapat terlaksana berkat kerja sama dukungan keluarga besar Pasemetonan Ageng Puri Agung Denpasar.
"Pasemetonan menempatkan beliau di tempat yang tertinggi dan utama karena beliau adalah sang abiseka. Satu-satunya raja di Bali yang terabiseka (dinobatkan raja) dengan prosesi tertinggi sama seperti Ratu Peranda (pendeta Hindu)," ujarnya.
Oleh karena itu dari pihak keluarga sepakat untuk memberikan persembahan kepada almarhum Raja Denpasar IX dengan tingkatan upacara tertinggi yang dikenal dengan Karya Pelebon Nyawa Ngesti Wedana.
"Itu tingkatan upacara yang paling utama yang kami ambil karena memang beliau seorang abiseka. Kalau beliau tidak abiseka mungkin tingkatan upacara lebih rendah dan tidak menggunakan bade tumpang (tingkat) 11. Namun cukup sampai tumpang sembilan saja," ucapnya.
Dharmayuda menambahkan layon (jenazah) dari puri akan digotong langsung oleh pihak keluarga dari Puri Agung Denpasar di Jalan Veteran No 62 Denpasar.
Kemudian akan dinaikkan ke bade (wadah jenazah) tumpang 11 setinggi 22 meter berdekatan dengan rumah jabatan Gubernur Bali Jaya Sabha dan perempatan Patung Catur Muka, karena tempat tersebut merupakan lokasi Puri Agung Denpasar sebelum perang puputan pada tahun 1906.
Selanjutnya iring-iringan jenazah menuju ke Setra Badung. Untuk tempat pembakaran berupa lembu dan setelah pembakaran abu jenazah akan dilarung ke Pantai Sanur.
AA Bagus Amertajaya, perwakilan keluarga Puri Denpasar lainnya menambahkan upacara tersebut sebagai esensi pelestarian budaya, bukan jor-joran karena tak semua bisa melaksanakannya meski memiliki kemampuan.
"Tak semua bisa melakukan upacara dengan bade tumpang 11 meskipun secara finansial mampu. Jangan lupakan tradisi budaya agar kita tidak kehilangan jati diri," ujarnya.
Ketua Perkumpulan Pencinta Pariwisata Indonesia (P3I) Jeffry Yunus mengatakan keagungan budaya puri sebagaimana peristiwa Pelebon Raja Denpasar IX dapat dimaknai penyemangat pelestarian warisan budaya yang dapat mendatangkan devisa.
Selain tentunya dimaknai sebagai sakralnya prosesi penyadaran tentang nilai-nilai hidup dan kehidupan.
"Gelar Pelebon Raja Denpasar IX dapat menunjukkan pada dunia bahwa generasi kini, sangat serius memastikan keagungan warisan adat istiadat Bali terus terjaga, seiring lingkungan yang bersih lestari," ujarnya.
Menurut dia, Raja Denpasar IX telah mewariskan pesan tentang keseimbangan kemajuan zaman dengan tetap berpijak kuat pada budaya dimana bumi dipijak.
Esensi ini yang memikat dunia, sehingga Bali selalu harum sebagai destinasi terbaik dan bernilai sangat tinggi dalam konteks pariwisata.
Pada kesempatan ini juga dihadiri Duta Besar Maroko untuk Indonesia HE Ouadia Benabdellah, Duta Besar Venezuela untuk Indonesia HE Radames Jesus Gomez Azuajedrg, keluarga Puri Denpasar AA Ngurah Gede Agung Wirasatria serta Paulus Nugroho (Pegiat Pelaris Pariwisata Indonesia).