Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bersama Australia terus memperkuat kolaborasi dalam membangun keamanan regional dalam melawan terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan.
Deputi Kerja Sama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Andhika Chrisnayudanto, dalam pertemuan dialog kontraterorisme bertajuk "ASEAN-Australia Counter Terorism Dialogue" di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat, mengatakan ada beberapa hal penting dibahas dalam acara tersebut.
"Terkait dengan upaya dalam rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku teroris, intinya bagaimana kita mengembalikan mantan teroris ke dalam masyarakat," kata Andhika.
Dalam dialog tersebut, forum kerja sama ASEAN-Australia mengutamakan untuk memperkuat kapasitas mental dan reintegrasi mantan pelaku teroris ke lingkungan masyarakat bekerja sama dengan komunitas sipil.
"Kemudian, tentang online enviromental. Jadi, bagaimana negara-negara di kawasan ASEAN dan Australia menanggapi permasalahan ancaman penyalahgunaan online, apakah itu internet, media sosial yang dapat disalahgunakan oleh teroris atau kelompok teroris," jelasnya.
Selanjutnya, dibahas pula terkait upaya penguatan registrasi, kerja sama platform daring untuk menangkal bahaya radikalisme, terorisme, dan ekstremisme berbasis kekerasan. Kemudian, dibahas pula mengenai cara ASEAN menanggapi respons krisis jika terjadi kejadian terorisme.
Andika mengatakan salah satu tujuan para teroris adalah mendiseminasikan informasi dan teror bahwa mereka menjadi pelaku dan telah berhasil melakukan serangan untuk menciptakan ketakutan masyarakat.
Dengan adanya pertemuan tersebut, lanjutnya, diharapkan pemerintahan dua kawasan itu memiliki alat yang memadai dalam menangkal diseminasi informasi dari para teroris.
Dalam forum tersebut disepakati pula penguatan kerja sama dengan berbagai platform media sosial untuk memangkas narasi-narasi yang disebarkan oleh para teroris.
"Lalu, isu mengenai bagaimana membangun ketahanan masyarakat. Kita lihat basis utama, kalau kita bicara dari hulu ke hilir adalah ketahanan masyarakat terhadap ekspansi terorisme ekstremisme," katanya.
Bagi Pemerintah Indonesia sendiri, kata Andika, berbagai topik yang dibahas dalam pertemuan itu sangat relevan karena Indonesia dan Australia memiliki sejarah kelam tentang aksi terorisme, khususnya peristiwa Bom Bali.
Di satu sisi, lanjutnya, nilai-nilai kemanusiaan merupakan salah satu alasan mengapa ASEAN dan Australia memperkuat kerja sama. Di sisi lain, pada 2018, ASEAN dan Australia telah menyepakati nota kesepahaman terkait penanggulangan terorisme yang ditandai dengan deklarasi penanggulangan terorisme.
Sementara itu, Sekretaris NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri Brigjen Pol. Amur Candra Juli Buana menyambut positif pertemuan tersebut karena terorisme merupakan musuh bersama yang harus diperangi.
"Kita menjaga negara masing-masing untuk tidak menular kepada negara lain. Kita sangat bersyukur ada pertemuan ini, keuntungannya sangat besar bagi Polri. Kami punya kewajiban untuk support data kepada seluruh negara anggota Interpol karena kami adalah lead shepherd masalah terorisme di ASEAN, kami diharapkan oleh seluruh anggota ASEAN untuk support informasi," ujar Amur Candra.
Deputi Kerja Sama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Andhika Chrisnayudanto, dalam pertemuan dialog kontraterorisme bertajuk "ASEAN-Australia Counter Terorism Dialogue" di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat, mengatakan ada beberapa hal penting dibahas dalam acara tersebut.
"Terkait dengan upaya dalam rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku teroris, intinya bagaimana kita mengembalikan mantan teroris ke dalam masyarakat," kata Andhika.
Dalam dialog tersebut, forum kerja sama ASEAN-Australia mengutamakan untuk memperkuat kapasitas mental dan reintegrasi mantan pelaku teroris ke lingkungan masyarakat bekerja sama dengan komunitas sipil.
"Kemudian, tentang online enviromental. Jadi, bagaimana negara-negara di kawasan ASEAN dan Australia menanggapi permasalahan ancaman penyalahgunaan online, apakah itu internet, media sosial yang dapat disalahgunakan oleh teroris atau kelompok teroris," jelasnya.
Selanjutnya, dibahas pula terkait upaya penguatan registrasi, kerja sama platform daring untuk menangkal bahaya radikalisme, terorisme, dan ekstremisme berbasis kekerasan. Kemudian, dibahas pula mengenai cara ASEAN menanggapi respons krisis jika terjadi kejadian terorisme.
Andika mengatakan salah satu tujuan para teroris adalah mendiseminasikan informasi dan teror bahwa mereka menjadi pelaku dan telah berhasil melakukan serangan untuk menciptakan ketakutan masyarakat.
Dengan adanya pertemuan tersebut, lanjutnya, diharapkan pemerintahan dua kawasan itu memiliki alat yang memadai dalam menangkal diseminasi informasi dari para teroris.
Dalam forum tersebut disepakati pula penguatan kerja sama dengan berbagai platform media sosial untuk memangkas narasi-narasi yang disebarkan oleh para teroris.
"Lalu, isu mengenai bagaimana membangun ketahanan masyarakat. Kita lihat basis utama, kalau kita bicara dari hulu ke hilir adalah ketahanan masyarakat terhadap ekspansi terorisme ekstremisme," katanya.
Bagi Pemerintah Indonesia sendiri, kata Andika, berbagai topik yang dibahas dalam pertemuan itu sangat relevan karena Indonesia dan Australia memiliki sejarah kelam tentang aksi terorisme, khususnya peristiwa Bom Bali.
Di satu sisi, lanjutnya, nilai-nilai kemanusiaan merupakan salah satu alasan mengapa ASEAN dan Australia memperkuat kerja sama. Di sisi lain, pada 2018, ASEAN dan Australia telah menyepakati nota kesepahaman terkait penanggulangan terorisme yang ditandai dengan deklarasi penanggulangan terorisme.
Sementara itu, Sekretaris NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri Brigjen Pol. Amur Candra Juli Buana menyambut positif pertemuan tersebut karena terorisme merupakan musuh bersama yang harus diperangi.
"Kita menjaga negara masing-masing untuk tidak menular kepada negara lain. Kita sangat bersyukur ada pertemuan ini, keuntungannya sangat besar bagi Polri. Kami punya kewajiban untuk support data kepada seluruh negara anggota Interpol karena kami adalah lead shepherd masalah terorisme di ASEAN, kami diharapkan oleh seluruh anggota ASEAN untuk support informasi," ujar Amur Candra.