Denpasar (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Denpasar mendalami adanya indikasi kepemilikan KTP, KK, dan akta kelahiran oleh dua warga negara asing (WNA) di Bali untuk kepentingan Pemilihan Umum 2024.
“Ini baru indikasi, ngapain sih WNA (memiliki KTP),” kata Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar Rudy Hartono saat jumpa pers penetapan tersangka kepemilikan KTP oleh WNA di Denpasar, Bali, Rabu.
Dalam kasus kepemilikan KTP, KK, dan akta kelahiran oleh WNA yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Denpasar, seorang warga negara Suriah dan warga Ukraina ditemukan memiliki tiga dokumen kependudukan tersebut tetapi identitas di dalamnya palsu.
Dua WNA itu, yang telah mengantongi tiga dokumen tersebut sejak tahun lalu, juga memberi suap kepada calo, yang merupakan warga negara Indonesia untuk membuat KTP, KK, dan akta kelahiran Indonesia.
WNA Suriah berinisial MNZ membayar Rp15 juta untuk pengurusan tiga dokumen kependudukan tersebut, sementara WNA Ukraina berinisial KR membayar Rp31 juta.
Dua WNA itu, berikut tiga calo WNI, yang masing-masing berinisial IWS, IKS, dan NKM pada Rabu telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan KTP, KK, dan akta kelahiran dua WNA tersebut.
Kejaksaan menjerat ketiganya dengan pasal suap sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, atau Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 5 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Untuk selanjutnya tim penyidik Kejaksaan Negeri akan memanggil para tersangka secara patut, dan segera membuat berkas perkaranya, kami teliti, kemudian penuntut umum akan melimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar,” kata Rudy
IWS merupakan kepala dusun di Sidakarya, Denpasar Selatan, sementara IKS bekerja sebagai tenaga honor di Kantor Kecamatan Denpasar Utara. Sedangkan NKM merupakan seorang calo yang menghubungkan dua WNA itu dengan tersangka WNI lainnya.
Rudy menyampaikan hasil pemeriksaan awal Kejaksaan menunjukkan dua WNA itu mengurus KTP, KK, dan akta kelahiran Indonesia karena ingin membuka rekening bank, dan berusaha.
Sejak keduanya mendapatkan tiga dokumen kependudukan itu tahun lalu, MNZ dan KR telah membuka rekening bank di salah satu bank swasta di Denpasar.
Walaupun demikian, kejaksaan masih mendalami adanya kemungkinan penyalahgunaan KTP, KK, dan akta kelahiran untuk kepentingan lain, salah satunya Pemilu.
“Ini baru mulai penyidikannya, yang pasti WNA ingin punya aset, bagaimana caranya, oh harus ada KK, KTP, akta, dan ini kita tindak lanjuti. Ini baru indikasi,” katanya.
Walaupun demikian, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Prof. Zudan Arif Fakrulloh minggu (9/3) menyampaikan NIK (Nomor Induk Kependudukan) dua WNA itu telah diblokir.
“NIK KTP-el tersebut sudah kami blokir dan tidak bisa dibuka kembali,” kata Zudan.