Denpasar (ANTARA) - BPBD Bali mencatat sebanyak 245 bencana terjadi di Pulau Dewata terhitung sejak 1 Januari-25 Februari 2023, dengan didominasi oleh kejadian tanah longsor.
"Total kejadian 245, dampaknya satu orang meninggal dunia, enam orang luka-luka, 436 bangunan terdampak, dan estimasi kerugian Rp17,1 miliar. Terbanyak Buleleng dengan 68 kasus dan bencana terbanyak 30 kejadian tanah longsor," sebut Kalaksa BPBD Bali I Made Rentin.
Pada konferensi pers bencana bulanan secara daring di Denpasar, Senin, Rentin menjabarkan 245 bencana itu selain dari Buleleng juga datang dari Badung dengan total 52 bencana, Karangasem 52 bencana, Denpasar 19 bencana, Bangli 17 bencana, Jembrana 13 bencana, Klungkung 11 bencana, Tabanan 9 bencana, dan Gianyar 5 bencana.
BPBD Bali mengatakan kejadian tanah longsor menjadi bencana paling menonjol, dan terjadi di Buleleng, Karangasem, dan Badung dengan total 76 kejadian.
Selain itu, 20 kejadian akibat cuaca ekstrem juga melanda Kabupaten Klungkung, Tabanan, dan Gianyar.
Baca juga: Ombudsman awasi kesiapsiagaan BPBD Bali atasi cuaca ekstrem
"Banjir enam kejadian di Kabupaten Jembrana, dan kebakaran pemukiman 16 kejadian di Kota Denpasar," ungkapnya berdasarkan data.
Meskipun demikian, jika dilihat dari total kejadian di Bali, pada periode Januari-Februari 2023 terjadi penurunan bencana apabila dibandingkan dengan bulan dan tahun yang sama sebelumnya, yaitu dari 348 menjadi 245.
"Hanya saja ada peningkatan estimasi kerugian, tercatat Rp17.109.600.000 dari Rp6.803.460.000, kerugian didominasi dari jumlah bangunan yang rusak berat
karena tanah longsor," kata Kalaksa BPBD Bali secara daring.
Rentin menjelaskan bahwa kejadian selama periode Januari-Februari 2023 itu didominasi oleh bencana hidrometerologi, atau bencana yang diakibatkan oleh aktivitas cuaca seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin dan kelembapan.
Maka dari itu, kata dia, ancaman bencana hidrometeorologi harus menjadi perhatian bersama, mengingat hujan masih akan berlangsung hingga Maret 2023, meskipun intensitas dan luas dampaknya tak sebesar Februari 2023.
Baca juga: BPBD: Tidak ada kaitan gempa dengan aktivitas Gunung Agung di Karangasem
Terkait dengan penyebab bencana selain karena hujan seperti alih fungsi lahan, BPBD Bali mengaku belum dapat memastikan lantaran harus dilakukan pendataan dari hilir ke hulu.
Sebelumnya di penghujung 2022 lalu, Rentin mengakui bahwa ditemukan alih fungsi lahan dan penebangan tak terkendali yang mengakibatkan banjir bandang di Kabupaten Jembrana.
"Sisa penebangan ada di bantaran sungai sehingga hujan lebat terjadi, itu yang dibawa, sungai tidak kuat menampung tersangkut lah di jembatan. Tersangkutnya di sana mengantarkan banjir bandang," tuturnya.
Maka dari itu, ia mengimbau agar masyarakat tetap waspada, terutama ketika beraktivitas di luar ruangan, serta tetap mengikuti informasi dari sumber informasi kebencanaan resmi.