Depok (ANTARA) - Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengatakan polusi udara berkontribusi terhadap sekitar 11,65 persen kematian secara global dan merupakan salah satu faktor risiko beban penyakit.
"Polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan dan lingkungan yang paling besar di dunia. Maka dari itu, polusi udara tidak hanya mengambil tahun kehidupan seseorang, tetapi juga turut berdampak pada kualitas kehidupan seseorang saat masih hidup," kata Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto dalam keterangannya, Senin.
Prof. Agus yang juga merupakan Direktur Utama RS Persahabatan menyampaikan bahwa di balik berbagai kemudahan atas kemajuan teknologi, peningkatan aktivitas industri dan transportasi membawa ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Ia mengatakan beberapa penyakit yang diakibatkan oleh polusi udara, di antaranya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), tuberkulosis (TB), asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru dan fibrosis paru.
"Akibat pajanan polusi udara, rata-rata individu di Indonesia mengalami kehilangan 1,2 tahun usia harapan hidup dikarenakan kualitas udara di Indonesia gagal memenuhi kriteria konsentrasi PM2,5 yang ditetapkan oleh WHO," katanya.
Penduduk di kota besar seperti Jakarta dapat kehilangan sekitar 2,3 tahun usia harapan hidup apabila terpajan dengan level polusi udara yang sama secara terus menerus.
Sebagai sistem yang berinteraksi langsung dengan udara dari luar ruangan, sistem respirasi sangat rentan terhadap polusi yang terkandung dalam udara. Polutan dapat mengiritasi saluran napas,memicu inflamasi dan stres oksidatif di saluran pernapasan. Dampak polusi udara terhadap kesehatan respirasi dapat berupa dampak akut maupun dampak kronik.
Ia merekomendasikan kepada pihak terkait baik itu masyarakat, pelaku industri, pemerintah, dan dokter agar secara sinergis dapat turut ikut serta berkontribusi pada pengendalian kualitas udara.
"Masyarakat dapat memulai dengan beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum atau kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Masyarakat saat ini juga bisa menghindari kegiatan di luar ruangan saat polusi udara sedang tinggi dengan memantau kualitas udara real-time dengan aplikasi (misal aplikasi AirVisual dari IQAir) yang bisa diunduh di smartphone," ujar Prof. Agus.
Ia menambahkan, masyarakat disarankan menggunakan masker sesuai standar bila beraktivitas di luar ruangan saat kualitas udara tidak sehat. Pelaku industri dapat menurunkan kadar polusi dengan melakukan kajian dampak lingkungan dari aktivitas industri yang dilakukan.
"Institusi pendidikan dan pemerintah juga perlu melakukan riset dan inovasi yang mendorong energi terbarukan termasuk mendorong pendirian pembangkit listrik tenaga alternatif," katanya.*