Denpasar (ANTARA) - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri mengakui bahwa dirinya menolak pembangunan bandara di Kabupaten Buleleng, Bali, demi masyarakat lokal.
"Saya ngobrol sama Gubernur Koster waktu mau dibangun lagi bandara di Buleleng. Ngamuk saya, saya panggil dia, enak saja hanya untuk menguntungkan pariwisata," kata dia di Denpasar, Senin.
Dalam kegiatan kunjungan progres Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur itu, Megawati menyampaikan bahwa jangan sampai pembangunan bandara hanya menguntungkan investor dan akhirnya melupakan masyarakat lokal.
"Saya bilang sama Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Pram, tolong banget ini atas warga Bali. Jangan pikirin diri sendiri, Pulau Bali ini penduduknya hanya beberapa, terus yang mau didatangi ke sini hanya investor doang. Saya mau rakyat Bali saya juga ada yang menjadi pengusaha," ujarnya.
Proyek bandara di Bali Utara itu sendiri akhirnya belum dilanjutkan, akibat Presiden Jokowi tak memasukkannya dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Kita ini negara merdeka berdaulat. Rakyatnya bebas aktif merdeka, eh masih mau jadi budak. Disampaikan ke Pak Jokowi, dimarahi Pak Jokowi, saya marah lagi. Nanti dibilang Ibu Mega menunjukkan kekuatannya. Aduh, orang ini untuk rakyat," kata Mega.
Salah satu pertimbangan lainnya adalah kepadatan yang akan terjadi di Bali jika bandara di Buleleng terealisasi.
"Di Ngurah Rai ada bandara, di Buleleng iya, apa tidak sumpek itu rakyat Bali apalagi yang datang orang asing semua?," Ujar Presiden ke-5 RI tersebut.
Selain itu, suasana pandemi COVID-19 masih melanda, sehingga Megawati mempertanyakan siapa yang akan menggunakan fasilitas tersebut dan bagaimana dananya.
"Saya nanya kepada Pak Budi Karya, sebenarnya Ngurah Rai itu kenapa sih itu dibikin satu lagi? Coba pertanyaan saya sekarang, kalau ada bandara di Buleleng, dengan pandemi kemarin sampai sekarang ini, tidak mabuk itu? Siapa yang mau naik di sana?," tegasnya mempertanyakan.
Megawati bahkan menuturkan bahwa mantan Menteri Pariwisata Wishnutama Kusubandio sempat mendatanginya untuk menjelaskan perihal proyek pembangunan bandara di Bali Utara dan menjadikan Pulau Dewata sebagai hub tersebut, namun tetap ia tolak.
Orang nomor satu di PDIP tersebut akhirnya memberi usulan alternatif, yaitu pembuatan menara yang menghubungkan tiga bandar udara yang ada di Bali, Banyuwangi, dan Surabaya.
"Misalnya mereka yang hendak ke Bali bisa turun di Banyuwangi atau di Surabaya. Kenapa tidak dibikin triangle (segitiga), kan persoalan teknis hanya membuat tower bisa mengurus tiga ini. Jadi dari Surabaya dia nginap, dari Banyuwangi lanjut nyeberang ke Gilimanuk, ini bisa terus," jelasnya.