Denpasar (ANTARA) - Sekaa Arja Sari Dharma Kerti, Banjar Lantang Bejuh, Kelurahan Sesetan yang menjadi Duta Kota Denpasar dalam ajang Pesta Kesenian Bali Ke-44 menampilkan para penari dan penabuh dari kelompok remaja sebagai wujud regenerasi seniman Arja Klasik.
"Senior-senior pemain arja di banjar (dusun) kami sudah banyak yang meninggal, sehingga kami ambil kesempatan tampil di PKB ini sekaligus untuk regenerasi para pemain arja," kata I Wayan Manuaba, Koordinator Sekaa Arja Sari Dharma Kerti di Denpasar, Sabtu.
Apalagi, ujar Manuaba, di banjar setempat yakni Banjar Lantang Bejuh memiliki "sesuhunan" Barong Landung yang disucikan dan setiap masolah (menari) juga diiringi dengan pengarjan (kesenian arja).
"Ida Sesuhunan masolah ketika ada yang naur sesangi (bernazar)," ucapnya di sela-sela pementasan Sekaa Arja Sari Dharma Kerti di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali itu.
Baca juga: Duta kesenian NTB tampilkan tari Trunajaya yang sudah punah di Bali
Dengan melibatkan 12 penari dan 15 penabuh, penampilan sekaa Arja Klasik itu berhasil membius penonton yang hadir untuk tidak beranjak dari tempat duduk masing-masing di Kalangan Ayodya hingga acara usai.
Tak ketinggalan, Putri Suastini Koster, istri Gubernur Bali yang juga Ketua Dekranasda Provinsi Bali dan istri Wali Kota Denpasar Sagung Antari Jaya Negara juga turut menyaksikan utsawa (parade) Arja Klasik itu.
"Yang jelas, intinya melalui pementasan ini kami ingin terus melestarikan kesenian Arja Klasik agar jangan sampai hilang dan kebetulan semua penarinya juga berasal dari Banjar Lantang Bejuh," kata Manuaba.
Manuaba menambahkan, meskipun untuk tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB) ini proses latihan baru dilakukan sejak Mei 2022, para pemain Arja Klasik sudah lihai membawakan perannya masing-masing.
"Kami relatif tidak menemukan masalah karena para anak muda ini memang hobi menari dan beberapa juga telah menjuarai lomba-lomba makekawin," ujarnya melanjutkan.
Baca juga: Sanggar Tugek Carangsari beri pesan kebangsaan melalui prembon di PKB
Sebelum dipentaskan di PKB, para seniman Arja Klasik dari Banjar Lantang Bejuh ini berkesempatan pula ngayah pentas saat ritual piodalan di Pura Kahyangan desa setempat pada 13 Juni lalu.
"Selain untuk 'ngayah', sekaligus untuk mengenalkan mereka bagaimana berinteraksi dengan para penonton," kata Manuaba mengakhiri perbincangan.
Dalam pementasan memeriahkan PKB ke-44, Sekaa Arja Sari Dharma Kerti membawakan garapan berjudul Swadharmaning Suputra.
Garapan ini menceritakan di kerajaan Swana Gangga tersebutlah dua bersaudara Galuh Diah Agra Manik dan adiknya Mantri Manis yang bernama Raden Wijaya Sena. Ibu mereka telah tiada dan ayahnya pergi berguru sastra.
Baca juga: Gamelon Leko mengilhami Sanggar Selendro Agung tampil di PKB
Sementara itu di kerajaan Goa Maya, Prabu Sureng Rana (Mantri Buduh) yang merupakan ayah Galuh Diah Agra Manik dan Raden Wijaya Sena belajar berguru sastra kepada Bhagawan Dharma Sakti. Prabu Sureng Rana belajar bersama sama dengan Liku yang bernama Diah Ulakesa.
Setelah tamat belajar, Sang Prabu Sureng Rana ke Dharma Putra memperistri Diah Ulakesa dan dinobatkan menjadi raja di kerajaan Goa Maya.
Sementara di kerajaan Swarna Gangga, Mantri Manis berkeinginan mencari ayahnya yang sedang berguru sastra. Setelah bertemu dengan Mantri Buduh (ayahnya), Mantri Manis tidak diakui sebagai anak dan atas perintah Liku Dyah Ulakesa.
Mantri Manis dibunuh dan berita itupun sampai kepada Galuh Diah Agra Manik. Setelah Diah Agra Manik mengetahui adiknya telah dibunuh maka Diah Agra Manik dengan kesedihannya ingin mengkhiri hidupnya.
Tetapi dengan kedatangan Bhagawan Dharma Sakti yang memercikkan Tirta Sanjiwani (air kehidupan) akhirnya Raden Wijaya Sena hidup kembali dan ayahnya Prabu Sureng Rana akhirnya sadar dan mengakui Raden Wijaya Sena sebagai anaknya.