Depok (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof. Evi Fitriani menyatakan posisi Presidensi G20 yang diemban Indonesia tahun ini penuh dengan tantangan global dan diharapkan menjadi momentum ciptakan perdamaian dunia.
"Kondisi tersebut menuntut Indonesia agar melakukan diplomasi yang kreatif dan inovatif untuk menghubungkan berbagai kekuatan dunia dalam misi perdamaian," kata Prof. Evi Fitriani dalam keterangannya, Senin.
Dalam Presidensi G20 akan dibahas pula isu lingkungan dan kesetaraan gender yang selalu digaungkan, dan permasalahan geopolitik hingga menciptakan ketidakpastian di dunia selama 2022. Terlebih, berlangsungnya konflik antara Rusia dan Ukraina juga berpengaruh pada peningkatan harga komoditas di seluruh dunia.
"Kelenturan Indonesia dalam melakukan diplomasi juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan G20 tahun ini," katanya.
Baca juga: Menkopolhukam benarkan Presiden Jokowi akan temui Putin di Moskow
Upaya-upaya yang dilakukan diharapkan menyukseskan G20 sebagai forum ekonomi global. Indonesia berkepentingan untuk mempertahankan proses keorganisasian G20, baik dalam aspek keuangan maupun Sherpa Tracks.
"Kepentingan tersebut berangkat dari kesadaran bahwa mekanisme kerja sama melalui organisasi multilateral seperti G20 akan memperkuat pemerintahan dan mempererat solidaritas global dalam menghadapi tantangan yang terjadi di masa depan," kata Prof. Evi.
Selain posisi Indonesia secara geopolitik, dalam konferensi internasional yang diadakan UI menampilkan perspektif salah satu kekuatan dunia, yaitu Tiongkok, dalam memandang urgensi G20 bagi negaranya.
Menurut Prof. Zha Daojiong dari Peking University, Tiongkok memandang G20 sebagai ajang strategis untuk meningkatkan kerja sama global dalam menghadapi berbagai tantangan yang tengah melanda dunia.
Hal ini karena G20 tidak hanya membahas permasalahan ekonomi, tetapi juga berbagai permasalahan global dari berbagai sektor dengan dihadirkannya konsensus global. Berangkat dari kondisi tersebut, Tiongkok menilai G20 sebagai ajang yang tepat untuk menyampaikan kegelisahannya terhadap kondisi global yang terjadi.
Baca juga: 7-8 Juli, India pastikan hadiri pertemuan menlu G20 di Bali
Peneliti dari Griffith University, Prof. Andrew O'Neil, yang menjadi salah seorang pembicara dalam Universitas Indonesia (UI) International Conference on G20 mengatakan melalui kegiatan G20 ketegangan global ini coba diredakan.
Sebagai tuan rumah Presidensi G20 2022, Indonesia berusaha merangkul setiap kelompok untuk membangun dunia yang lebih baik. Presiden Joko Widodo memberikan langsung undangan kegiatan Presidensi G20 Indonesia kepada Rusia dan Ukraina.
Ini menunjukkan sikap netral Indonesia untuk tidak memihak pada satu kelompok.
Selain penyelesaian masalah perekonomian, yang terkait dengan politik juga turut dibicarakan dalam ajang G20, karena menentukan arah perekonomian global.
Ketimpangan
Sementara itu, Peneliti UI Dr Herdito Sandi Pratama MHum, memaparkan penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keamanan dan Literasi Digital untuk Mewujudkan Kesejahteraan Global.
"Menariknya, ketika kita mengalami pandemi COVID-19 selama dua tahun belakangan,dalam penelitian kami pandemi ini ternyata menguak kembali fakta tentang ketimpangan masyarakat. Termasuk utamanya adalah yang kami sebut sebagai ketimpangan digital," katanya.
Perkembangan teknologi digital saat ini turut membawa perubahan besar pada struktur ekonomi dan berbagai aspek kehidupan masyarakat, sehingga digitalisasi menghasilkan potensi sekaligus disrupsi bagi pemerintah dan masyarakat global.
"Kebutuhan untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital mendorong perlunya pemahaman lebih lanjut dan mendalam akan masalah digitalisasi ini dalam G20," katanya.
Baca juga: Sri Mulyani: G20 dorong infrastruktur digital
Peneliti UI lainnya Ratih Dyah Kusumastuti ST MT PhD, dalam pemaparannya terkait dengan digitalisasi rantai pasok bahan pangan pokok untuk meminimalkan dampak disrupsi.
"Pada tahun 2021, Indonesia menempati urutan ke 69 dari 113 negara pada Global Food Security Index (The Economist Group, 2022), dengan skor keseluruhan sebesar 59,2, turun sebesar 2,2 poin dari tahun 2020. Disrupsi pada rantai pasok pangan pertanian, terutama pada pangan pokok berdampak signifikan pada keamanan pangan dan hajat hidup masyarakat," ujar Ratih.
Lebih lanjut Ratih mengatakan, policy brief yang dihasilkan akan memuat tentang kebijakan digitalisasi rantai pasok bahan pangan pokok hasil pertanian dengan mengimplementasikan teknologi blockchain untuk meningkatkan ketangguhan rantai pasok sehingga menjamin ketersediaan bahan pangan pokok bagi masyarakat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi UI : G20 Indonesia momentum ciptakan perdamaian dunia
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: UI perkuat peran Indonesia dalam Presidensi G20
Akademisi UI : G20 jadi momentum Indonesia ciptakan perdamaian dunia
Kamis, 23 Juni 2022 10:46 WIB