Semarang (ANTARA) - Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H.Dimyati Rois meninggal dunia di Rumah Sakit Telogorejo Semarang, Jumat dini hari.
"Benar, jenazah disemayamkan di Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fadlu Kaliwungu," kata Sekretaris DPW PKB Jawa Tengah, Sukirman, membenarkan kabar meninggalnya Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fadlu wal Fadhilah, Kaliwungu, Kabupaten Kendal tersebut.
Menurut Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah itu, almarhum rencananya akan dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Al-Fadlu 2 di Srogo, Kabupaten Kendal.
Baca juga: PBNU sampaikan belasungkawa wafatnya Buya Syafii Maarif
Sementara Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah K.H. Munif Abdul Muchit mengaku kehilangan sosok kiai yang layak untuk diteladani generasi muda NU itu.
Kiai Dimyati tercatat sempat terpilih sebagai salah satu dari sembilan anggota Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) dalam gelaran dua Muktamar NU tahun 2021 dan 2015.
Pada Muktamar Ke-34 NU di Lampung akhir 2021, Dimyati terpilih sebagai anggota AHWA. Meski mendapat suara terbanyak pada saat itu, yakni 503 suara, bersama delapan kiai lainnya, Ia memilih Miftachul Akhyar untuk mengisi posisi Rais Aam PBNU.
Kiprah di NU
Dalam ormas NU, kiprah almarhum tidak diragukan lagi. Kiai Dimyati pernah menduduki kepengurusan dari mulai tingkat PCNU Kendal, PWNU Jawa Tengah, hingga PBNU. Almarhum juga pernah menjadi pengurus Tanfidziyah, Syuriyah hingga Mustasyar PBNU. Selain sebagai ulama yang ‘alim, beliau juga dikenal sebagai mubaligh yang ulung, maka tidaklah mengherankan jika beliau banyak dikenal di kalangan santri dan kaum nahdliyin.
Baca juga: Presiden: terima kasih, NU jaga NKRI dan Pancasila
Selain itu, dalam dunia politik, Almarhum juga pernah menjadi pengurus DPW PPP Jawa Tengah, DPP PKB dan DPP PKD. Pada masa Orde Baru, beliau pernah menjadi anggota MPR RI melalui jalur Utusan Golongan yang diajukan PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Setelah Orde Baru tumbang dan muncullah era Reformasi, para politisi dan pengurus PBNU bergerak membentuk partai baru sebagai usulan kaum nahdliyin yang ingin aspirasinya tertampung.
Almarhum masuk dalam jajaran pengurus PBNU yang ikut mendeklarasikan lahirnya PKB. Almarhum bersama KH. Cholil Bisri, KH. Mustofa Bisri, KH. Abdurrahman Wahid, KH. Munasir Ali, KH. Muchit Muzadi, KH. Ma’ruf Amin, KH. Ilyas Ruchiyat dan ulama lainnya menjadi Deklarator PKB. Setelah Gus Dur dilengserkan dalam Sidang Istimewa (SI MPR RI) dan memasuki pemilu kedua di era Reformasi, mulai muncullah riak-riak dalam dunia perpolitikan Indonesia termasuk menimpa PKB.
Dalam tubuh PKB terpecah belah menjadi beberapa partai, diantaranya PNU, PKNU dan Partai Kejayaan Demokrasi (PKD). Dalam kubu Pondok Pesantren Langitan, Pondok Pesantren Lirboyo dan Pondok Pesantren Tegalrejo melahirkan PKNU. Sedangkan kubu Matori Abdul Jalil melahirkan PKD dan Ketua Dewan Syuranya dipegang oleh Almarhum. Namun, PKD tidak masuk dalam parpol yang lolos verifikasi KPU sehingga dengan sendirinya bubar.
Setelah vakum dalam dunia politik beberapa tahun, Almarhum kembali didapuk oleh Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, untuk menjadi pengurus Dewan Syura DPP PKB. Di kemudian hari, Ketua Dewan Syura DPP PKB kosong sepeninggal KH. Aziz Manshur. Tidak butuh waktu lama, Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum DPP PKB memohon agar beliau berkenan menjadi Ketua Dewan Syura DPP PKB menggantikan KH. Aziz Manshur. Dengan berat hati, beliau pun menyanggupinya demi kebesaran PKB.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kiai Dimyati Rois tutup usia