Denpasar (Antara Bali) - Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) Chusnul Mar'iyah menilai, keterlibatan kaum perempuan dalam politik praktis tak disertai dengan kualitas berpolitik yang memadai.
"Dulu, kami yang memperjuangkan 30 persen kaum perempuan di parlemen. Ternyata hanya memenuhi 30 persen saja, tapi tidak dibarengi dengan kualitas seorang perempuan dalam memperjuangan hak politik kaumnya," katanya dalam Workshop CEPP di kampus Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Selasa.
Ia mengistilahkan keterlibatan kaum perempuan dalam politik praktis dengan "house of lord" bukan "house of senat". "Kenapa 'house of lord'? Karena mereka yang terlibat adalah istri pejabat, istri keempat pengurus parpol, atau masih ada hubungan lainnya dengan pejabat tertentu. Di sinilah kami melihat keterlibatan kaum perempuan dalam politik masih bernuansa KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)," kata staf pengajar FISIP Universitas Indonesia (UI) itu.
Pada saat memperjuangan keterlibatan 30 persen kaum perempuan dia mendambakan adanya perubahan sistem politik yang berpihak kepada kaum hawa itu.
"Kaum perempuanlah yang melahirkan generasi muda yang nantinya menjadi pemimpin bangsa. Namun, kalau pun perempuan menduduki jabatan politik, jangan korupsi," kata Chusnul yang pernah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengadaan logistik pemilu saat masih menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2002-2007 itu.
Dalam kesempatan itu, dia juga menolak penetapan ambang batas perolehan suara di parlemen (parliamentary threshold) diberlakukan secara nasional karena berpotensi menimbulkan konflik di daerah.
"Berlakukan 'parliamentary threshold' tersebut secara proporsional di provinsi agar partai-partai politik yang mampu meraup suara banyak di daerah seperti PDS dan PKNU bisa memiliki kesempatan yang sama dalam pemilu," kata Chusnul.
Rektor Unud Prof Dr I Made Bakta usai membuka acara tersebut berharap para akademisi yang tergabung dalam CEPP bisa saling bertukar pikiran untuk memperkuat kualitas demokrasi di Indonesia.
"Sekarang ini demokrasi hanya berjalan pada tataran struktur kekuasaan, bukan pada kualitas demokrasi itu sendiri," katanya.(M038/T007)
Perempuan Dalam Politik Bernuansa KKN
Selasa, 18 September 2012 17:22 WIB