Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, I Made Teja menjelaskan bahwa sampah styrofoam meningkat selama pandemi COVID-19.
“Sekarang kan orang banyak menggunakan styrofoam. Makan makanan kecil dan sebagainya itu kan sekarang banyak,” ungkap Teja saat diskusi daring bertema “Persiapan Tata Kelola Sampah dalam Menghadapi Kembalinya Geliat Pariwisata Bali” yang dipandu Sustainability Director dari Responsible Care® Indonesia, Hanggara Sukandar, Kamis.
Dalam diskusi daring yang juga diikuti Kepala Divisi Pengembangan Kerjasama Internasional Bali Tourism Board (BTB) Ratna Soebrata dan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia yang juga Founder Bali Waste Cycle, Putu Ivan Yunatana, itu, ia menjelaskan kalau rata-rata hasil kunjungan langsung ke lapangan dan dari teman-teman berbagai lembaga, styrofoam itu ada peningkatan.
"Kalau plastik tidak terlalu banyak. Styrofoam yang sekarang meningkat,” lanjutnya.
Namun, detail jumlah peningkatan sampah tersebut tidak disebutkan secara detail. Lebih lanjut, Teja mengakui bahwa hal tersebut merupakan tantangan. Kendati demikian, pihaknya pun akan terus berupaya untuk mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan styrofoam.
“Ini tantangan buat kita bagaimana mengajak masyarakat sekarang untuk mengurangi menggunakan styrofoam. Lebih baik gunakan yang bisa diolah. Yang sifatnya ramah lingkungan,” ujar Teja.
Menurut dia, awal 2022, pihaknya akan gerak terus supaya bisa mengurangi sampah. "Adanya peraturan "lockdown" yang mengurangi aktivitas di luar ruangan sangat berpengaruh dengan peningkatan sampah, terutama sampah PS Foam atau styrofoam," katanya.
Baca juga: KLHK pastikan dua kawasan mangrove tanpa sampah Jelang G20 (video)
Made Teja menjelaskan, kebijakan pengelolaan sampah sudah tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber yang menyebutkan bahwa kewajiban dari penghasil sampah dalam pengelolaan sampah di sumber adalah dengan cara menggunakan barang dan kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai.
"Naiknya sampah PS Foam selama pandemi berbanding lurus dengan meningkatnya food delivery akibat dari pembatasan aktivitas luar rumah. Hal tersebut dilatarbelakangi para pedagang yang membutuhkan higienis dalam menjaga makanan yang telah disajikan. Begitu juga dengan kebutuhan kemasan makanan agar tetap terjaga keamanannya dari berbagai kontaminasi," katanya.
Dengan berbagai jenis kemasan makanan yang tersedia, para pedagang memilih kemasan yang efektif dalam menjaga makanan tersebut. Salah satunya yaitu kemasan makanan berbahan PS Foam yang berguna dalam menjaga keamanan kepada para konsumennya.
Selain itu kemasan makanan berbahan PS Foam sangat terjangkau dari segi ekonomisnya. Hal tersebut yang diperlukan di saat-saat seperti pandemi saat ini.
Selain itu, PS Foam yang berbahan dasar polystyrene adalah pilihan tepat untuk daur ulang berkelanjutan karena dapat didaur ulang 100 persen ke kondisi bahan bakunya dengan program yang telah diinformasikan dari ahli profesional polystyrene itu sendiri. Dengan memilih untuk mendaur ulang, polystyrene menjadi sesuatu yang berdampak baik dari segi penghijauan dan ekonomi.
Apalagi, sektor kepariwisataan Indonesia terpuruk akibat dampak COVID-19, kini secara perlahan siap menyambut wisatawan domestik dan mancanegara. "Meskipun hingga saat ini okupansi rate hotel-hotel di Bali masih sangat rendah hingga Oktober 2021, Bali sudah melakukan persiapan-persiapan untuk menyambut kembali wisatawan mancanegara. Kami yakin ketika bisnis pariwisata kembali normal, dengan kesiapan yang kami lakukan sekarang, kami akan siap menyambut para wisatawan kembali ke Bali,” kata Kepala Divisi Pengembangan Kerjasama Internasional Bali Tourism Board (BTB) Ratna Soebrata.
Baca juga: ECOTON: Temuan sampah alat tes antigen di perairan berdampak ke lingkungan
Ia menilai Bali yang cukup terdampak dengan hadirnya pandemi COVID-19 sudah banyak melakukan banyak penyesuaian, mulai dari menerapkan protokol kesehatan untuk meyakinkan wisatawan datang ke Bali dengan aman, mengadakan promo penerbangan dengan maskapai, hingga promo hotel-hotel dengan biaya yang sangat spesial dibanding yang ditawarkan sebelum adanya pandemi.
“Bagi orang luar Bali yang bekerja di Bali, awalnya mereka sewa tempat kos dengan biaya perbulan Rp5 juta. Sedangkan, sekarang sudah banyak hotel dengan fasilitas yang lebih dimaksimalkan dengan tersedianya rate mingguan. Hal ini memang kami lakukan untuk mendatangkan kembali wisatawan, terutama wisatawan domestik yang kami sadari merupakan salah satu harapan Bali,” tambah Ratna.
Namun, kembali dibukanya border untuk wisatawan mancanegara diperkirakan akan berpengaruh terhadap produksi sampah di Bali, karena itu tata kelola sampah secara holistik diperlukan sebagai bentuk persiapan menyambut kembali para wisatawan. “Adanya Pergub terkait pemilahan sampah berbasis sumber sangat memudahkan kami sebagai pelaku daur ulang, karena proses kelola dan pemilahan sudah dilakukan dari hulu. Jika sudah dikelola dengan baik, sampah ini akan kembali menjadi barang ekonomi,” kata Putu Ivan Yunatana, Founder Bali Waste Cycle dan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia.
Paradigma lama tentang ekonomi linear dijelaskan oleh Putu Ivan bahwa proses pengelolaan sampah berawal dari mengumpulkan, mengangkut, dan membuangnya di tempat pembuangan akhir. Hal tersebut menyebabkan permasalahan baru, di mana semakin sedikitnya ketersediaan tanah untuk tempat pembuangan akhir. Maka diperlukan solusi dengan paradigma baru tentang ekonomi sirkular, dimulai dari pemilahan sampah, pengumpulan sampah, kemudian dilanjutkan dengan proses daur ulang.
“Jika penerapan pengelolaan sampah dari sumber sudah berjalan dengan baik, cara pandang orang-orang tentang sampah plastik, terutama PS harus diubah, bahwa sampah ini merupakan bahan baku industri. Tugas kita sebagai masyarakat atau desa adalah untuk melakukan pemilahan dengan baik untuk kemudian bisa dibawa ke industri daur ulang. Dengan demikian kita dapat mencapai ekonomi sirkular, dan sampah tidak lagi berserakan di lingkungan sekitar,” ujar Putu Ivan menutup sesi webinar "Yok Yok Ayok Daur Ulang".
DKLH Bali: sampah styrofoam meningkat selama pandemi COVID-19
Jumat, 4 Februari 2022 6:09 WIB