Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sektor pembangkit listrik di Indonesia mampu memangkas 10,37 juta ton emisi karbon sepanjang tahun 2021.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan penurunan emisi karbon pembangkit listrik itu mencapai 210,37 persen dari target yang ditetapkan tahun lalu sebesar 4,92 juta ton.
"Kami terus mengupayakan emisi karbon untuk ditekan. Dari target 2021, kami mencatat lebih dari 200 persen capaiannya," kata Rida dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Sebagai perbandingan, pada 2020 Kementerian ESDM menargetkan angka penurunan emisi karbon di pembangkit listrik sebesar 4,71 juta ton. Namun, realisasi penurunannya justru sebanyak 8,78 juta ton atau tercapai 186 persen dari target yang ditetapkan saat itu.
Adapun pada 2022, Kementerian ESDM menargetkan penurunan emisi karbon pembangkit listrik sebesar 5,36 juta ton.
Dalam rangka menurunkan emisi karbon, pemerintah berkomitmen mendorong transisi energi menuju netralitas karbon pada 2060 atau lebih cepat. Kementerian ESDM pun telah menyusun prinsip pelaksanaan netralitas karbon dan peta jalan transisi energi, salah satunya melalui penerapan pajak karbon dan perdagangan karbon.
Perdagangan emisi ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, wajib diberlakukan paling lambat tujuh tahun sejak regulasi tersebut diberlakukan, yaitu 10 November 2024.
Sebagai persiapan menuju tahapan mandatori di tahun 2025, maka pada tahun lalu, Kementerian ESDM melaksanakan uji coba perdagangan karbon untuk PLTU batu bara secara voluntary.
Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), salah satunya mengatur mengenai pajak karbon.
Pemerintah akan menerapkan pajak karbon secara bertahap pada tahun 2021-2025 dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally determined contributions (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.
Pada 1 April 2022, pajak karbon (cap & tax) akan mulai diterapkan secara terbatas pada pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbahan bakar batu bara dengan tarif Rp30 ribu per ton setara karbon dioksida.