"Adanya temuan luas kawasan konservasi mengalami penyusutan seluas 60 hektare. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, karena dari masa ke masa Tahura terus menyusut. Pada saat ditetapkan Tahura luasnya 1.203,55 hektare sekarang tersisa 1.141,41 hektare," kata Perwakilan WALHI Bali Untung Pratama, dalam siaran persnya di Denpasar, Bali, Selasa malam.
Ia mengatakan pada dokumen penataan blok, ada temuan diubahnya blok perlindungan menjadi blok pemanfaatan, dan dapat menjadi pintu masuk pemutihan pelanggaran zonasi.
Baca juga: KSP: UU Cipta Kerja lindungi masyarakat adat dan hutan
Baca juga: KSP: UU Cipta Kerja lindungi masyarakat adat dan hutan
Hal ini dikarenakan pada tahun 2012, PT Tirta Rahmat Bahari pernah mengajukan Izin Pengusahaan Pariwisata di blok perlindungan.
“Kami khawatir diubahnya blok ini menjadi alat pemutihan pelanggaran zonasi Tahura. Misal ada izin terdahulu yang melanggar peruntukan blok, dengan perubahan blok, izin tersebut tidak melanggar lagi," katanya.
Sementara itu, Perwakilan dari Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup Bali (KEKAL Bali) Made Krisna ‘Bokis’ Dinata, menyatakan turut mempertanyakan alasan diubahnya blok perlindungan menjadi pemanfaatan oleh DKLH Bali.
Baca juga: Ikhtiar membangun kembali eco-wisata mangrove di Bali
Baca juga: Ikhtiar membangun kembali eco-wisata mangrove di Bali
Selain itu, atas temuan diubahnya blok perlindungan Tahura yang pada tahun 2012 sempat diberikan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT Tirta Rahmat Bahari, ia mempertanyakan ada atau tidaknya Pengusahaan Pariwisata Alam baru yang diterbitkan itu.
"Apakah ada Izin Pengusahaan Pariwisata Alam baru yang diterbitkan? Karena pada tahun 2012 sempat ada izin pengusahaan pariwisata alam di Tahura," ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala UPT Tahuran Ngurah Rai I Ketut Subandi membenarkan adanya penyusutan luas kawasan konservasi seluas 62,14 hektare, karena ada pelepasan kawasan hutan yang diberikan untuk PT Bali Turtle International Develpoment (PT BTID).
Selain itu, juga sudah mendapat penetapan dari Menteri Kehutanan tahun 2004 dan pada dokumen tahun 2015 masih dimasukkan sebagai kawasan konservasi. “Memang ada kesalahan dokumen kami selama ini," katanya.
Ia menambahkan bahwa belum ada izin baru dan diubahnya blok perlindungan menjadi pemanfaatan bukan berarti memberikan izin kepada pengusaha.
WALHI, Kekal dan Frontier meminta agar revisi blok pengelolaan Tahura Ngurah Rai tidak digunakan untuk pemutihan pelanggaran zonasi.