Badung (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, melakukan rapat yang membahas terkait pengaturan dan pembinaan pembangunan Kondominium Hotel (Kondotel).
"Pengaturan dan pembinaan pembangunan kondotel ini diarahkan untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan atau tanah," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Badung I Wayan Adi Arnawa dalam keterangan Humas Basung yang diterima di Mangupura, Jumat.
Ia mengatakan, banyak kondotel berkedok rumah susun umum yang juga merupakan suatu pelanggaran. Padahal, sebenarnya rumah susun terdapat beberapa jenis yakni, rusun umum untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki keterbatasan daya beli.
Kemudian, rusun khusus yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, misalnya korban bencana, daerah perbatasan dan pondok pesantren serta Rusunawa atau rumah susun sewa yang diperuntukkan bagi masyarakat yang menghuni secara sewa.
Baca juga: Pemkab Badung ajak 'stakeholder' pulihkan ekonomi
Selain itu, juga terdapat rusun komersil atau apartemen atau kondotel yang dibangun untuk dijual ke konsumen kelas menengah ke atas. Untuk mendapatkannya, konsumen rusun ini tidak mendapatkan bantuan dan kemudahan oleh pemerintah.
Menurut, Sekda Adi Arnawa, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menunjang kebutuhan sarana akomodasi hotel, pengembang juga wajib memberikan 20 persen kepada masyarakat umum, namun kenyataan yang ditemui di lapangan berbeda dan masyarakat tidak mendapat sesuai dengan peraturan yang ada.
"Ke depannya perlu secepatnya mengadakan perubahan regulasi dan ini harus diatasi, kami harus evaluasi, dari evaluasi ini kami akan mengetahui beberapa kriteria item yang wajib dipenuhi. Sehingga, nanti di lapangan dapat diterapkan agar kesalahan yang sebelumnya cepat diperbaiki dan tidak kecolongan lagi," ungkapnya.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Badung, AA Ngurah Bayu Kumara Putra menjelaskan, secara hukum organisasi, kondotel itu dianggap sah. Namun, bukan berarti sebagai rumah susun, Sebab kriteria berdasarkan undang-undang ada empat.
"Setiap pembangunan rumah susun komersial wajib membangun rumah susun umum sebesar 20 persen,” ujarnya.
Ia menjelaskan, apabila hal itu tidak diikuti, maka tindak pidana minimal dua tahun dan maksimal denda Rp2 miliar akan dikenakan dan setiap orang membangun rumah susun umum harus menyediakan fasilitas umum, apabila tidak dilakukan itu maka ditindak pidana.
“Saya membuat lahan teknis agar dipertimbangkan sebaiknya siapa yang menentukan termasuk rumah susun atau tidak," katanya.
Baca juga: Pemkab Badung lakukan penyemprotan eco-enzyme organik peringati Hari Lingkungan Hidup
Ia menambahkan, jangan sampai di kemudian hari ada yang membangun rumah susun di perumahan malah dipergunakan untuk hotel dan mengelabui Dinas PUPR.
"Ini secara teknis bangunan sama aja seperti rumah tapi fungsinya sebagai hotel maupun vila yang dimana fungsinya lebih mewah. Kami sudah mengkaji secara hukum bahkan kita sudah mengubah perda. Ke depan sebelum ini jadi perda, permohonan pembangunan rumah susun ditunda sampai ada regulasinya," ungkap Bayu Kumara Putra.