Denpasar (ANTARA) - Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN) mengajak para pemangku kepentingan terkait agar dapat mengedepankan dialog untuk menyelesaikan polemik keberadaan sampradaya (aliran agama Hindu) yang oleh sejumlah kalangan dipandang non-dresta (tradisi) di Bali.
"Mari kita berdialog, kita sama-sama orang Bali, sama-sama beragama Hindu, sama-sama Ida Sanghyang Widhi Wasa sebagai Tuhan kita," kata Ketua Umum MKKBN I Ketut Nurasa di sela-sela acara Doa Bersama untuk Keselamatan dari Paparan COVID-19 di Denpasar, Sabtu malam.
Pihaknya menyayangkan tindakan dari sejumlah ormas di Bali yang sampai melakukan penutupan Ashram Perkumpulan International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) di Jalan Tukad Balian, Denpasar. Sebelumnya juga Ashram Krishna Balaram di kawasan Padanggalak, Denpasar, ditutup oleh pihak Desa Adat Padanggalak.
Baca juga: Menag sanggupi revisi buku pelajaran Hindu soal Sampradaya
Menurut Nurasa, penutupan Ashram ISKCON itu tidak datang dari bendesa adat (pimpinan desa adat) setempat karena sebelumnya memang sudah ada pembicaraan tidak akan sampai penutupan.
"Kami mengajak untuk berdialog supaya tidak makerah (ribut) sesama orang Bali. Kalau tidak ada itikad baik, terpaksa kami tempuh jalur hukum, baik pidana ataupun perdata," ucap pria yang juga advokat itu.
Nurasa menambahkan, MKKBN sendiri sebagai perkumpulan yang terdiri dari unsur pandita, kalangan akademisi, intelektual, pengacara, pensiunan TNI/Polri dan perguruan silat bernapaskan Hindu juga telah mengantongi Keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Oleh karena itu, melalui acara doa bersama ini, pihaknya memohon doa restu dari para sulinggih (pendeta Hindu) dan penglingsir (sesepuh tokoh masyarakat) agar bisa menjalankan swadharma (tugas) agama dan swadharma negara.
"Dari peristiwa penutupan ashram itu, kami melihat adanya ketidakadilan, abuse of power, ini yang akan kami luruskan. Kami ingin ada perdamaian," ucapnya.
Baca juga: Polda Bali tindaklanjuti laporan dugaan penodaan Agama Hindu
Sementara itu, Raja Puri Pemecutan Anak Agung Ngurah Manik Parasara atau Ida Cokorda Pemecutan XI mengajak umat Hindu di Bali untuk guyub dan tidak memakai kekerasan.
"Dalam Hindu tidak ada kekerasan, silakan kalau ada salah lapor ke polisi dan pengadilan. Jangan sampai banjar atau kelompok tertentu bertindak, jangan sampai terjadi. Lain kalau ada yang sampai merusak pura," ujarnya.
Pihaknya pun mendukung kehadiran MKKBN dan sengaja datang dalam kegiatan yang digagas MKKBN itu karena ingin ada kebangkitan dan kemajuan Hindu. "Saya ingin agar kita semangat untuk membangun Bali ini," ucapnya.
Menurut dia, jangan sampai Bali yang penduduknya sudah sedikit, malah sampai terjadi perpecahan. "Bali ini bukan milik Si A, Si B, tetapi milik bersama-sama. Pemerintah harus adil, jangan memihak, Gubernur harus berada di tengah-tengah," katanya.
Baca juga: Ormas Hindu datangi Polda Bali laporkan dugaan penistaan agama
Dalam acara diskusi usai kegiatan doa bersama, sejumlah sulinggih juga menyampaikan harapan yang senada agar masyarakat Bali dapat senantiasa hidup rukun dan berdampingan, serta jangan malah saling mencurigai.
Selain itu, sejumlah tokoh juga mengkritisi Surat Keputusan Bersama antara PHDI Bali dan MDA Bali dengan Nomor 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020 tentang Pembatasan Kegiatan Pengembangan Ajaran Sampradaya Non-Dresta di Bali.
SKB yang berlaku sejak 16 Desember 2020 itu, di lapangan telah menimbulkan keresahan, intimidasi dan akibat tindakan main hakim sendiri, pelarangan dengan cara-cara yang arogan dan pemasangan spanduk yang didasarkan pada SKB tersebut.
MKKBN: kedepankan dialog selesaikan polemik "sampradaya" di Bali
Minggu, 9 Mei 2021 5:43 WIB