Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur melakukan perjalanan mudik Idul Fitri (Lebaran) 1422 Hijriah dengan kendaraan "travel gelap" atau yang tidak mempunyai izin resmi untuk mengangkut penumpang karena akan merugikan diri sendiri.
"Kita ingatkan kepada masyarakat jangan tergiur, jangan terbujuk oleh travel gelap karena dampaknya kepada kita sendiri itu akan berat, kita akan repot malahan, apalagi ketika tertangkap dan ditahan, ini harus menjadi perhatian betul buat masyarakat agar jangan terbujuk," kata Staf Khusus Menteri Perhubungan/Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati dalam konferensi pers virtual "Tunda Mudik, Selamatkan Keluarga di Kampung", di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan melakukan perjalanan dengan travel gelap akan berisiko karena tidak ada jaminan asuransi dan protokol kesehatan.
"Kalaupun nanti lolos, ini namanya travel gelap pasti tidak ada jaminan asuransi, tidak ada yang namanya protokol kesehatan yang mengawasi, dan harganya jauh lebih mahal," katanya.
Larangan mudik, kata dia, dilakukan semata-mata untuk melindungi masyarakat dari penularan COVID-19 dan mencegah lonjakan kasus COVID-19 seperti yang terjadi di India.
Menurut dia pengawasan dan penindakan akan semakin ketat dilakukan di lapangan untuk mencegah perjalanan yang tidak memiliki izin resmi, yakni mereka yang ingin mudik, dan yang tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan perjalanan.
Pada kendaraan umum yang tidak punya izin resmi mengangkut penumpang dan tidak memenuhi syarat untuk melakukan perjalanan, katanya, maka harus putar balik atau tidak bisa melanjutkan perjalanan.
Jika melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka kendaraan seperti travel gelap akan ditindak sesuai ketentuan yaitu kendaraan ditahan dan bisa saja pengendaranya juga dikenai tindakan dan penumpangnya pasti yang akan dirugikan karena bisa terkatung-katung.
Pengawasan, pemeriksaan dan penindakan bagi moda transportasi yang memang keberangkatannya dari simpul keberangkatan seperti terminal, bandara dan stasiun kereta api, relatif lebih mudah karena satu pintu sehingga petugas akan terpusat di pintu-pintu keberangkatan.
Sementara yang menjadi tantangan dalam pengawasan di masa larangan mudik ini adalah kendaraan pribadi karena akan sulit mengidentifikasi apakah penumpangnya boleh bepergian atau yang mau mudik. Untuk itu, diperlukan peran kepolisian dalam memeriksa secara ketat kendaraan yang lewat di jalur darat termasuk kendaraan pribadi.
"Di sinilah sebaiknya peran dari pihak kepolisian melakukan pemeriksaan di titik penyekatan itu menjadi penting. Dan apabila ditemukan ada penumpang yang ternyata tidak memenuhi syarat untuk itu yang teringan adalah diputar balikkan diminta pulang lagi," katanya.
Bagi operator yang melanggar sekalipun merupakan operator resmi, akan ada sanksi yang diberikan mulai dari sanksi ringan yakni sanksi administrasi hingga yang terberat yaitu izin operasinya dicabut.
Ia mengajak para operator transportasi untuk mendukung bersama kebijakan larangan mudik. Apalagi, pihaknya sudah mendapatkan cukup banyak laporan penindakan di lapangan bagi mereka yang tetap ingin mudik.
Meski sudah disosialisasikan larangan mudik, katanya, ternyata masih tetap saja ada masyarakat yang ingin mudik. Dalam kondisi ini, peran pengawasan dan penindakan semakin ditingkatkan dan berperan penting dalam mendukung peniadaan mudik.
"Ada skrining-skrining yang harus dilakukan juga oleh petugas- petugas di lapangan khususnya oleh pihak kepolisian yang sekarang melakukan penyekatan di jalan raya, jalan tol dan jalan tikus," katanya.
Ia mengatakan dari sisi pengelolaan atau pengendalian transportasi, data menunjukkan ada peningkatan tetapi tidak signifikan. Dari laporan operator transportasi udara, laut dan juga kereta api, peningkatan di tiga hari terakhir sebenarnya tidak setinggi yang diprediksi.
Sementara bagi mereka yang memang boleh melakukan perjalanan sesuai ketentuan, yang perlu dipastikan adalah protokol kesehatan tetap disiplin dilaksanakan.
Petugas operator transportasi daerah, kata dia, juga harus bisa membantu untuk betul-betul mengingatkan para pelaku perjalanan tersebut untuk selalu menerapkan protokol kesehatan, dan setibanya di daerah, pemerintah daerah juga harus langsung melakukan penanganan termasuk apabila dibutuhkan karantina.
"Kita komunikasi terus tapi juga tentunya pengawasan dan pengendalian di lapangan juga tidak kalah penting," demikian Adita Irawati .