Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika membantah isu yang beredar bahwa mereka akan memblokir sejumlah media sosial setelah kericuhan saat aksi massa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja
"Hoax. Tugas AIS Kominfo ( Patroli Siber Komifo) adalah untuk menjaga ruang digital agar tetap bersih dan sehat. Demikian amanat UU ITE kepada Kominfo," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, kepada ANTARA, Jumat.
"Namun jika ada hoax maka tidak boleh dibiarkan karena itu pasti melanggar hukum, tentu harus dibersihkan dan itu dilakukan melalui platform digital," kata dia.
Beredar informasi di media sosial bahwa pada Kamis (8/10) malam Tim Kominfo sudah bersiaga untuk memblokir antara lain WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter dan TikTok.
Pemblokiran tersebut, menurut isu di media sosial, untuk merespons aksi protes terhadap Omnibus Law yang baru saja disahkan.
"Jika juga ditemukan ada tindak pidana maka penegakan hukum perlu dilakukan oleh aparat hukum dalam hal ini Bareskrim Polri. Kominfo berkomunikasi secara rutin dalam kerja sama dengan Bareskrim Polri, BNPT dan Lembaga Negara serta kementrian terkait lainnya," kata dia.
Pembatasan media sosial pernah terjadi di Indonesia pada 2019 lalu, akses ke sejumlah media sosial dan aplikasi pesan singkat terhambat.
Johnny menambahkan membersihkan platform media sosial, termasuk YouTube, Facebook, Instagram, Twitter dan TikTok dari hoaks merupakan tugas rutin kementerian.
Begitu juga dengan koordinasi dengan penegak hukum, kementerian, lembaga negara dan BNPT jika ada tindak pidana dari temuan hoaks tersebut.
"Ini tugas rutin dan dilaksanakan termasuk terkait Hoax Covid 19 dan Hoax UU Omnibus Cipta Kerja," kata Johnny.
Mengenai hoax yang beredar di media sosial tentang COVID-19, Kominfo menemukan 1.184 konten di berbagai media sosial hingga 7 Oktober.
Dari hoaks tersebut, sebanyak 104 kasus diajukan ke kepolisian.