Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster memperkenalkan bagaimana masyarakat Bali memandang pandemi dalam perspektif kearifan lokal dalam
Working Visit and Focus Group Discussion dengan tema "Reshaping Indonesia's Green Economy Agenda in the Struggle of Post-Covid 19 Recovery: Enhancing the Roles of Parliament through Innovative Citizen Engagements".
"Kami mengapresiasi dipilihnya Bali sebagai tempat pertemuan berskala internasional oleh Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sehingga membantu Provinsi Bali dalam upaya pemulihan pariwisata dan perekonomian Bali yang sangat terpukul sebagai dampak dari pandemi COVID-19," kata Koster, di Tuban, Kuta, Badung, Rabu (23/9).
Gubernur berharap vibrasi kesucian dan keindahan alam Bali serta keramahtamahan masyarakatnya akan memberi kekuatan dan inspirasi bagi seluruh peserta pertemuan sehingga pertemuan ini dapat berlangsung dengan baik, lancar dan sukses dalam suasana pandemi COVID-19.
"Kita semua berharap banyak pertemuan ini akan menghasilkan berbagai rumusan mengenai hal-hal terbaik bagi upaya pemulihan ekonomi sesuai dengan tema Reshaping Indonesia's Green Economy Agenda in the Struggle of Post-COVID-19 Recovery," ujarnya.
Baca juga: Bali larang pariwisata gusur masyarakat adat
Menurut dia, tema ini sangat tepat dan sesuai dengan visi pembangunan Bali yang berbasis pada kearifan lokal Sad Kertih. Sejalan dengan tema ini Pemerintah Provinsi Bali saat ini sedang melaksanakan regulasi berupa peraturan daerah dan peraturan gubernur dengan kebijakan dan program pembangunan perekonomian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Seperti sistem pertanian organik, pembangunan industri berbasis budaya branding Bali, standar penyelenggaraan kepariwisataan budaya Bali, Bali energi bersih, penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai, pengelolaan sampah berbasis sumber serta perlindungan danau, mata air, sungai dan laut.
Pada kesempatan itu, Gubernur Bali memperkenalkan bagaimana masyarakat Bali memandang pandemi dalam perspektif kearifan lokal.
Menurutnya, dalam keyakinan masyarakat Bali wabah penyakit merupakan bagian dari siklus alam yang bisa datang berulang dalam kurun waktu dasawarsa, abad atau milenium.
"Munculnya wabah penyakit merupakan penanda adanya ketidakharmonisan atau ketidakseimbangan alam beserta isinya pada tingkatan berbahaya akibat ulah manusia yang tidak terkendali dalam berbagai aspek seperti eksploitasi alam," ujarnya.
Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak luas dalam berbagai bidang kehidupan, baik aspek kesehatan, sosial dan ekonomi termasuk pariwisata yang telah dirasakan masyarakat Bali sejak pandemi ini muncul pada tujuh bulan yang lalu.
Baca juga: Arya Suharja ajak umat Hindu respons zaman tanpa tinggalkan tradisi
Menurut Gubernur, dalam menghadapi pandemi COVID-19 dibutuhkan kesabaran yang tinggi dengan terus melakukan berbagai upaya seraya terus memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pandemi COVID-19 segera berlalu, sehingga kehidupan perekonomian bisa bangkit kembali.
"Saya menyambut baik dan bangga dengan pertemuan penting ini sebagai forum untuk berbagi wawasan, pengalaman, dan pengetahuan untuk mendorong terwujudnya kekuatan ekonomi hijau menuju tatanan era baru dunia," ujarnya.
Pertemuan ini digelar secara semi daring, beberapa narasumber dan anggota DPR di tingkat lokal hadir secara fisik di tempat acara sedangkan yang lain mengikuti secara virtual.
Tampak hadir secara fisik Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon, Wakil Ketua Mardani Ali Sera, anggota DPR RI asal Bali Putu Supadma Rudana, Nyoman Parta dan beberapa anggota DPR RI lainnya.
Tampak hadir pula beberapa narasumber lokal seperti Popo Danes, Drs Ketut Putera Erawan MA, PhD dan Prof dr Dewa Putu Widjana, DAP&E,Sp ParK.
Hadir pula memberi sambutan Utusan COP26 Pemerintah Inggris Dr John Murton dan Direktur Regional Asia dan Amerika Westminster Foundation for Democracy Matthew Hedges.