Denpasar (ANTARA) - Polresta Denpasar menemukan modus baru dalam peredaran narkotika yaitu pengemasan narkoba berbentuk biskuit yang mengandung tembakau sintetis gorila dan pembeliannya diakses melalui media sosial.
"Jadi, biskuit yang mengandung gorilla itu merupakan modus baru dan transaksinya bisa melalui medis sosial, pelakunya berinisal K. Sejauh ini di Bali belum ada, tapi adanya pengiriman dari luar Bali. Cara penggunaannya itu dihisap seperti permen," kata Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan dalam konferensi pers di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan bahwa bentuk kemasan dalam pemesanannya juga dibungkus menyerupai biskuit pada umumnya. Biasanya pembelian dari narkotika itu dilakukan secara online dari luar Bali dan modus ini mulai banyak digunakan pelaku-pelaku dalam peredaran narkoba.
Pada kesempatan yang sama, Jansen juga mengungkap penangkapan 26 tersangka yang berperan sebagai bandar atau kurir. Dari 26 tersangka tersebut, ditemukan barang bukti diantaranya shabu 371,19 gram ekstasi 125 butir, ganja 439,31 gram, tembakau gorilla 12,21 gram, serbuk ekstasi 12,38 Gram, cairan narkoba sejumlah dua botol dan satu potong Biskuit.
Baca juga: Kasus narkotika di Bali meningkat 5 persen selama COVID-19
"Perbandingan Mei dan Juni ada peningkatan ini. Walaupun tempat hiburan banyak ditutup, ternyata masih banyak yang meminati pakai narkoba di rumah atau tempat kosnya masing-masing. Barang bukti juga meningkat diatas 50 persen, dan untuk tersangka meningkat 20 persen,"katanya.
Dari 26 tersangka itu tidak ada residivis melainkan pelaku-pelaku baru yang terlibat dalam peredaran gelap narkoba. Modus pelaku terlibat dalam peredaran ini karena selain merupakan bagian dari sindikat juga karena faktor ekonomi.
Atas perbuatannya 26 tersangka dikenakan Pasal 111 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 112 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dan Pasal 112 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ancaman pidana bagi masing-masing tersangka yaitu paling singkat empat tahun paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar.