Singaraja (ANTARA) - Warga yang juga seorang pegiat lingkungan dari Kabupaten Buleleng, Bali, Gede Praja, membuat "ecobricks" untuk mengatasi tumpukan sampah plastik di rumah selama masa pandemi COVID-19 dan menjadikan sebagai peralatan yang berguna untuk keseharian, seperti meja dan kursi.
"Banyak warga dipusingkan dengan banyaknya tumpukan sampah plastik yang berasal dari kemasan makanan dan minuman yang disimpan selama di rumah," katanya saat ditemui di rumahnya di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Selasa.
Sebagai pegiat lingkungan, ia mempunyai cara sendiri untuk memanfaatkan sampah plastik itu, yakni dengan membuat ecobrick. "Pembuatan ecobricks di masa pandemi COVID-19 ini adalah salah satu cara untuk mengatasi menumpuknya sampah plastik di rumah," kata Praja.
Gede Parja yang juga pendiri Yayasan Sahabat Bumi Bali ini menjelaskan ecobrick adalah botol plastik bekas diisi plastik bekas kering dan bersih. Ecobrick ini dibuat sedemikian rupa dengan standar kepadatan dari 200 hingga 500 gram tergantung jenis botolnya.
"Dengan kepadatan seperti itu, ecobrick bisa berfungsi sebagai balok bangunan yang bisa dipakai berulang kali," katanya.
Baca juga: Usaha pencacah sampah plastik di Buleleng tidak terpengaruh COVID-19
Selain itu, kata dia, ecobrikck juga dapat dibuat dengan material yang tidak bisa terurai secara alami, yang akan mengeluarkan racun bagi lingkungan, misal styropoam, kabel kecil, baterai kecil, dan lain-lain.
"Saya selama empat tahun terakhir ini aktif mengenalkan ecobrick ke sekolah dan kelompok masyarakat. Selama masa pandemi COVID-19 ini, saya tetap di rumah dan tetap membuat ecobrick yang plastiknya didapat di rumah yang dicuci terlebih dahulu, lalu keringkan," katanya.
Gede Praja juga giat memberi edukasi kepada teman-temannya melalui media sosial, agar selalu memanfaatkan sampah plastik di rumah untuk ecobrick. "Saya biasanya dalam sehari bisa memproduksi dua ecobrick," katanya.
Praja menjelaskan, membuat ecobrick tergolong mudah, hanya saja membutuhkan tehnik tersendiri agar ecobrick yang dihasilkan bisa padat serta bertahan lama. Tak butuh waktu lama untuk membuat ecobricks, apalagi sudah mahir dan plastik tersedia.
Baca juga: 12.500 krama Bali ikuti 'Gerakan Bersih Pulau Dalam Satu Hari!'
Untuk sampah botol air mineral yang 600 ml, butuh waktu 20 hingga 30 menit. Kalau pemula bisa satu jam. Tetapi kadang memang plastiknya susah, sehingga kadang selesainya bisa tiga hari hingga seminggu, tergantung ketersedian plastik.
"Ada beberapa hal yang perlu dilakukan serta diperhatikan dalam pembuatan ecobrick ini. Jika plastik kotor atau bekas makanan wajib dicuci lalu dikeringkan. Memang standarnya harus bersih dan kering," ujarnya.
Hal lainya, kata dia, kondisi tangan harus bersih. Dalam hal ini, pembuat ecobrick wajib menjaga kebersihan, lingkungan juga harus bersih, dan tetap menggunakan masker. "Dan setelah membuat ecobrick harus cepat-cepat cuci tangan," katanya.
Menurut Praja, membuat ecobrick mengajak setiap orang untuk selalu menjaga kebersihan, terutama cuci tangan. Selain itu dengan membuat ecobrick dapat membantu untuk menjadikan lingkungan bersih dan sehat.
Baca juga: Puluhan karya seni dari sampah dipamerkan di Buleleng-Bali
Untuk membuat ecobrick ini, semua jenis plastik bisa digunakan, baik itu plastik kresek, plastik sisa makanan seperti indomie, sisa kemasan minuman saset, sikat gigi bekas, pulpen bekas, kancing baju rusak sepul benang dan lainnya.
"Kalau plastik-plastik selain kresek, seperti pulpen, sikat gigi, sepuk benang, dipotong terlebih dahulu menjadi berapa potong. Pokoknya semua jenis plastik bisa dimasukkan," katanya.
Botol-botol ecobrick ini nantinya bisa digunakan sebagai keperluan seperti membuat kursi, meja, lego taman, dan lainnya sesuai kreativitas masing-masing. Selama ini ecobrick digunakan sebagai meja, kursi, modular dan kebun dan bahkan bangunan skala penuh.
"Kalau saya di rumah membuat meja kursi, modular dan taman," ujar Gede Praja yang menekuni ecobrick sejak 2016 dan menjadi trainer bersertifikat pada tahun 2017.
Baca juga: Putri Koster ajak PKK Bali berinovasi kelola sampah
Pada tahun 2019, ia mendapatkan pelatihan trainer of trainer yang bersertifikat Global Ecobrick Alliance (GEA) yaitu ahli bangunan tanah yang diadakan di Paiton Probolinggo yang diselenggarakan oleh sebuah perusahaan pembangkit listrik di Probolinggo.
Waktu itu, peserta mencapai 33 orang dari berbagai daerah dan disiplin ilmu yang berbeda tapi mempunyai tujuan sama yaitu merawat ibu bumi.
"Kami dilatih selama 5 hari kami membuat bangunan tanah mengunakan 3.000 ecobrick ukuran 600 ml dengan bahan tanah, pasir jerami diaduk seperti membuat adonan kue, lalu finishing menggunakan tanah, pasir, semen dengan campuran 4-1-1. Kegiatan lima hari itu juga melibatkan relawan dari anak anak sekolah," katanya.
Gede Praja hingga kini melatih membuat ecobrick ke berbagai sekolah dan komunitas, bukan saja yang ada di Bali, melainkan juga kota-kota lain di Indonesia. "Saat harus berada di rumah, saya terus melatih melalui online," katanya.