Denpasar (ANTARA) - Seorang Kepala Sekolah di salah satu SD Negeri yang berada di wilayah Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, berinisial WS (43) ditetapkan sebagai tersangka karena kasus pencabulan yang dilakukannya sejak 2016 hingga 2020.
"Jadi setelah diperiksa dan sesuai dengan alat bukti yang cukup kami sudah tetapkan menjadi tersangka dan langsung akan diterbitkan penahanan," kata Kasubag Humas Polres Badung, Iptu I Ketut Oka Bawa usai dihubungi melalui telepon di Denpasar, Senin.
Ia menjelaskan bahwa tersangka sudah melakukan aksi pencabulan terhadap korban berinisial IAMOCD, sejak Juli 2016 ketika korban masih kelas 6 SD sampai 11 Januari 2020 saat korban sudah kelas 1 SMA.
"Tersangka melakukan aksi ini di empat TKP, yaitu di ruang Kepsek, tempat les tersangka, di dalam kamar rumah tersangka dan beberapa penginapan wilayah Kuta Utara, Badung," jelasnya.
Ia mengatakan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, korban dan tersangka sudah dilakukan dan selanjutnya akan berkoordinasi dengan Peksos dari Dinas Sosial Kabupaten Badung dan dengan P2TP2A Kabupaten Badung untuk pemulihan fisik dan psikis korban.
"Dalam hal ini, modus tersangka yaitu merayu korban dan mengajak korban untuk berhubungan badan beberapa kali di masing-masing TKP. Motifnya ya tersangka ini menyukai korban dan menjadikan korban sebagai pacarnya," ucapnya.
Penangkapan tersangka dilakukan pada 22 Februari 2020, di tempat tinggalnya oleh anggota unit PPA Satreskrim Polres Badung.
Sebelumnya, kejadian ini diketahui ketika ayah korban didatangi oleh salah satu guru Pembina pramuka di sekolah korban yang memberitahukan bahwa korban sempat bercerita bahwa telah disetubuhi oleh tersangka.
"Saat ayah korban menanyakan kebenaran informasi tersebut kepada korban dan korban mengakuinya, kalau kejadian ini sudah terjadi kelas 6 SD di dalam ruang kepala sekolah salah satu SDN di wilayah Kuta Utara, Badung, kejadian ini berlanjut di beberapa TKP lainnya," katanya.
Atas perbuatannya, WS disangkakan dengan Pasal 81 Jo Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun.
"Hukuman tersebut dapat ditambah 1/3 karena pelaku sebagai pendidik atau tenaga pendidikan dalan Pasal 81 ayat (3)," jelas Iptu I Ketut Oka Bawa.