Badung (ANTARA) - Puluhan buyer atau pembeli unit villa The Anaya Village Pecatu, Bali, yang tergabung dalam Paguyuban Siok Cinta Damai meminta refund atau pengembalian dana yang telah dibayarkan kepada pemilik proyek karena merasa ditipu lantaran belum adanya tanda-tanda proses pembangunan proyek tersebut.
"Sebanyak 44 buyer dari total 109 orang pembeli The Anaya Village bersepakat bersatu dalam paguyuban ini untuk menempuh jalur hukum serta meminta uang yang telah dibayarkan dapat kembali 100 persen," ujar Kuasa Hukum Paguyuban Siok Cinta Damai, Rahmat Ramadhan Machfoed, di Mangupura, Badung, Senin.
Ia mengatakan, pengembalian uang tersebut sebenarnya telah tertulis di Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara pembeli dengan pemilik tanah jika pemilik tanah tidak dapat memenuhi target pembangunan hingga batas waktu yang telah ditentukan.
"Sampai saat ini belum ada realisasi yang diterima pembeli. Pembeli tetap berharap kepada pemilik tanah agar dapat menepati janjinya yaitu, apabila sampai akhir tahun 2019 bulan Desember The Anaya Village belum bisa terbangun, maka dia harus mengembalikan uang yang telah dibayarkan pembeli 100 persen," katanya.
Untuk meminta uangnya kembali, para korban juga melakukan langkah mediasi dan mensomasi pemilik lahan, namun tetap tidak ada hasil.
"Sampai saat ini pemilik lahan dan proyek ini belum memberikan jawaban yang cukup baik dan tidak ada iktikad baik dalam melakukan pengembalian dana pada pada korban. Justru beliau menghindar selama ini," ujar Rahmat Ramadhan.
Dari hasil penelusuran tim hukum korban. Ia menjelaskan ditemukan fakta bahwa sertifikat yang diperjualbelikan telah diagunkan di salah satu bank pada tahun 2015 lalu, atau sebelum dilakukan proses PPJB.
"Pemilik lahan tidak memberitahukan atau tidak terbuka bahwa sertifikat yang diperjualbelikan kepada korban tersebut sudah masuk sebagai agunan perbankan," katanya.
Ia menambahkan, total kerugian yang dialami oleh pembeli yang tergabung dalam Paguyuban Siok Cinta Damai tercatat sebesar Rp14,5 miliar.
"Kalau nilai kerugian keseluruhan korban sekitar Rp50 miliar. Pastinya belum dapat kami pastikan karena ada korban yang bergabung di paguyuban, ada juga yang melakukan tuntutan sendiri," ujarnya.
Sebagai tindak lanjut dari kasus tersebut, pihaknya juga telah melaporkan pemilik tanah sekaligus pemilik proyek ke Polda Bali dengan dugaan tindak pidana penipuan yakni Pasal 378 KUHP dan tindak pidana penggelapan Pasal 372 KUHP.
"Sudah kami laporkan beliau (pemilik lahan) ke Polda Bali pada bulan Desember 2019 lalu. Dengan laporan ini, kami harap beliau bisa merespon untuk melakukan upaya penyelesaian yang baik dengan para korban dugaan penipuan dan penggelapan ini,” katanya.
Sementara itu, ketua paguyuban yang juga merupakan korban, Tjandarawati Prajitno mengatakan, awalnya ia tertarik membeli unit villa tersebut karena merasa pemilik proyek sebagai orang terpandang di Bali.
"Saya percaya sama dia, harga dan angsuran unitnya juga kami rasa cukup terjangkau, bangunannya bagus dan lengkap," katanya.
Setelah beberapa kali melakukan upaya mediasi termasuk somasi namun gagal, ia pun berharap, uang yang telah dibayarkannya saat membeli villa itu dapat kembali utuh.
Hengky Dalimarta, seorang pembeli lain dari Jakarta mengaku, ia mengalami kerugian sekitar Rp750 juta karena sudah melunasi pembayaran unit villa tersebut. Sebelumnya, ia bersama sejumlah pembeli lain juga sempat mendesak pengembang agar villa yang sudah dibayar tersebut dapat segera dibangun.
"Kami merasa pesimis dan sulit untuk bangunan villa dapat dibangun. Oleh karena itu, kami minta pengembalian uang 100 persen. Kami bersama-sama juga melakukan upaya hukum agar uang kami kembali," katanya.
Merasa ditipu, pembeli The Anaya Village Pecatu minta uangnya dikembalikan
Senin, 20 Januari 2020 13:01 WIB