Denpasar (ANTARA) - Ketua Pansus Desa Adat DPRD Provinsi Bali Nyoman Parta mengatakan pihaknya melakukan konsultasi terkait materi Perda tersebut kepada pemerintah pusat.
"Hasil verifikasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Desa Adat yang dilakukan ke pusat, yaitu Kementerian Dalam Negeri, mendapat koreksi pada beberapa bagian materi Perda," kata Nyoman Parta di Denpasar, Sabtu.
Parta menegaskan bahwa tidak ada permasalahan yang serius sekali secara substansi hingga menghilangkan materi dari isi perda tersebut.
Hal pertama adalah mengenai bantuan pendanaan ke desa adat dari pusat dan kabupaten dan kota karena dalam Pasal 5 menyebutkan desa adat berkedudukan di wilayah Provinsi Bali.
"Kemarin dalam perda disebutkan kata 'wajib' kemudian diusulkan untuk diubah menjadi kata 'dapat', alasannya pemerintah daerah 'kan tidak boleh mewajibkan pemerintah pusat. Itu tidak pas," katanya.
Dengan perubahan itu, kata Parta, pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota kedepan hanya dapat membantu desa adat, namun tidak diwajibkan, karena perda tidak bisa mewajibkan pusat maupun kabupaten/kota untuk memberi bantuan.
Koreksi Kedua adalah terkait dengan hak desa adat berskala lokal, khususnya mengelola perkebunan, mengelola pertanian, mengelola peternakan dan mengelola kelistrikan.
"Oleh pusat itu diminta untuk dihapus karena dianggap tumpang tindih dengan urusan yang ada di desa dinas," katanya.
Parta menilai koreksi tersebut kurang tepat karena sebelumnya desa adat sudah melakukan pengelolaan pertanian dan peternakan, seperti contohnya di salah satu desa adat di daerah Kintamani.
"Kami akan coba menjelaskan ke pusat kalau selama ini sudah ada desa adat seperti itu, yang mengelola peternakan dan perkebunan," ujar Parta.
Anggaran Adat
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster menjelaskan beberapa program yang telah digarap dan yang sudah dijalankan selama menjabat sebagai Gubernur Bali. Salah satunya adalah memperjuangkan kelestarian Adat dan Budaya Bali. Juga telah membuat berbagai aturan untuk mendukung kelancaran program tersebut.
Disela-sela melaksanakan "Nyaksi" serangkaian Upacara Dewa Yadnya Ngenteg Linggih Pura Bagawan Penyarikan Desa Pekraman Sangulan, Banjar Anyar, Kediri, Tabanan, Bali (7/5), pihaknya selama ini telah memperjuangkan hal tersebut sampai ke Pusat, yakni ke Presiden Joko Widodo agar bisa mengalokasikan anggaran untuk Desa Adat di Bali.
"Untuk itu, saya memohon kepada Bapak Presiden Joko Widodo agar mengalokasikan anggaran untuk Desa Adat. Mudah-mudahan aturannya itu bisa mendukung alokasinya sehingga Desa Adat di Bali mendapat alokasi anggaran dari Pusat," ucapnya, didampingi Wakil Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya.
Menanggapi hal itu, Bendesa Adat Desa Pekraman Sangulan, I Ketut Suranata menghaturkan terima kasih atas kehadiran Gubernur Koster dan tokoh lainnya, sekaligus mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat dan panitia Karya.
"Masyarakat Sangulan sangat bersatu membangun Karya dan sangat bersemangat dilandasi dengan semangat gotong-royong. Biaya yang kami keluarkan dalam pembangunan ini sebesar Rp500 juta untuk Pembangunan Pura dan Bale Kulkul, belum termasuk biaya Ngenteg Linggih. Dana yang kami pakai merupakan Dana Desa dan BKK Provinsi Bali,” ujarnya. (*)
DPRD Bali konsultasikan Perda Desa Adat ke pusat
Minggu, 28 April 2019 16:45 WIB