Badung (ANTARA) - Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardana mengatakan pemprov berkomitmen untuk memprioritaskan program pembangunan yang dapat meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan petani.
"Itu merupakan salah satu misi utama dalam pola pembangunan semesta berencana Provinsi Bali di bawah pemerintahan Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati," kata Wisnuardana dalam acara 'Pencanangan Gerakan Petani Milenial Provinsi Bali tahun 2019 menuju Lumbung Pangan Dunia tahun 2045', di Kabupaten Badung, Rabu.
Untuk mendukung misi tersebut, maka telah ditetapkan Pergub No 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali yang mewajibkan pihak hotel, restoran, swalayan dan katering untuk memanfaatkan produk lokal Bali, baik produk pertanian, perikanan dan produk lokal lainnya.
Wisnuardana mengemukakan Pergub 99/2018 ditetapkan sebagai regulasi untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan para petani yang notabene masih menjadi mata pencaharian sebagian besar dari penduduk Bali.
"Di masa sekarang, tantangan yang dihadapi pun semakin kompleks mulai dari alih fungsi lahan, persaingan pemasaran hingga keterbatasan SDM yang berkualitas. Pergub 99 juga sejalan dengan usaha untuk menarik kaum milenial agar mau jadi petani," ucapnya.
Isi dari pergub itu, lanjut dia, akan terus disosialisasikan dan juga menjadi salah satu materi dalam bimbingan teknis bagi para petani milenial yang turut menjadi peserta kali ini.
"Salah satunya dengan pelatihan sistem teknologi informasi dan pemasaran berbasis online yang juga jadi salah satu bagian dari program kita untuk meningkatkan SDM petani terutama petani milenial kita," ucapnya.
Wisnuardana mengatakan, sektor pertanian sejatinya adalah salah satu sektor pendorong pembangunan bidang ekonomi di Bali di samping sumber utama seperti pariwisata dan kerajinan. "Selain itu, pertanian juga punya peran penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pelestarian alam serta budaya di Bali," ujarnya.
Selain penetapan Pergub No 99 tahun 2018, Pemprov Bali melalui Dinas TPHP juga memberikan subsidi pupuk organik yang dibuat oleh kelompok tani dan diberikan kembali kepada petani. "Selain itu, ditambah program dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), berupa dana yang dapat diakses kelompok-kelompok tani dengan bunga sangat murah," katanya.
Terkait program yang menyasar petani milenial, Wisnuardana menyebut program dari Kementerian Pertanian ini merupakan salah satu upaya yang sangat baik untuk menarik kaum milenial terjun ke sektor pertanian dan berkaitan erat pula dengan misi Pemprov Bali lewat diterbitkannya Pergub No. 99 tahun 2018.
"Pertanian jika ditekuni secara sungguh-sungguh akan memberikan keuntungan yang besar. Mudah-mudahan dengan bimbingan teknis serta akses permodalan serta bantuan subsidi, akan meningkatkan minat generasi milenial untuk terjun ke sektor pertanian," ucap Wisnuardana.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro dalam kesempatan yang sama menyebut sektor pertanian banyak yang menganggap sebagai sektor yang terpinggirkan, apalagi dengan pertanyaan yang banyak diyakini yakni apakah dengan jadi petani bisa kaya?.
"Jawabannya tentu saja bisa, apalagi di Bali dimana pertanian bisa disinergikan dengan pariwisata sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus meningkatkan produktivitasnya. Ada link yang bisa menghubungkan petani dan pelaku pariwisata serta wisatawan agar produk hasil pertanian bisa diserap oleh sektor pariwisata," ujar Syukur
Tahun 2019 ini menurut Syukur juga akan dicanangkan menjadi tonggak alih generasi petani di Indonesia dengan program-program yang ditujukan untuk regenerasi profesi petani kepada kaum milenial. "Ini tantangan kita ke depannya termasuk juga untuk para petani di Bali," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang petani yang juga pengusaha beras organik asal Penebel, Tabanan, Wayan Suka Arta mengapresiasi langkah Pemerintah Bali yang ingin menyinergikan antara industri pariwisata dengan pertanian.
Mengingat selama ini petani lokal Bali seperti kurang mendapatkan imbas dari manisnya industri pariwisata yang menghasilkan begitu banyak manfaat ekonomi bagi para pelakunya.
"Untuk itu dengan adanya kewajiban bagi para pelaku industri pariwisata, termasuk juga restoran, swalayan dan catering, tentu ada semacam kepastian bagi petani untuk menjual hasil pertaniannya. Tinggal sekarang harus ada standardisasi komoditas yang dihasilkan agar bisa diterima oleh industri pariwisata, karena seperti hotel misalnya, tentu punya standar tersendiri untuk komoditas yang diserap," ujar Suka Arta.
Dalam acara tersebut dihadiri oleh perwakilan 453 Gabungan Kelompok Tani dari tujuh kabupaten se-Bali yang nantinya punya tugas untuk meneruskan pemaparan dan bimbingan teknis kepada lebih dari 12 ribu petani milenial di seluruh penjuru Bali.