Beijing (Antaranews Bali) - Latihan militer Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) bersama China berlangsung selama tujuh hari di Zhanjiang, Provinsi Guangdong, terhitung mulai Senin (22/10).
Latihan di wilayah selatan tersebut terbagi dalam tiga bagian, yakni aktivitas di pelabuhan dan pesisir, latihan militer bahari, dan penutupan.
Selama latihan berlangsung di pesisir Laut China Selatan itu para peserta akan melakukan misi pencarian, penyelamatan, dan penanganan pascabencana.
"Latihan bersama ini sangat penting dalam memperluas kerja sama antara pasukan militer kami dengan pasukan militer ASEAN," kata Komandan Tempur Wilayah Selatan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) Yuan Yubai seperti dilansir media resmi setempat, Selasa.
Seperti diberitakan Antara sebelumnya latihan militer dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama telah digelar di Pangkalan Angkatan Laut Singapura di Changi pada 2-3 Agustus 2018.
Kemudian tahap kedua pada bulan ini yang lebih mengimplementasikan peraturan pertempuran laut tidak terencana, termasuk juga operasi pencarian dan penyelamatan korban (SAR) di perairan.
Latihan militer itu juga meliputi formasi manuver, formasi komunikasi, operasi SAR bersama, dan pendaratan helikopter di atas beberapa kapal peserta latihan.
Latihan tersebut merupakan hasil kesepakatan yang dicapai para Menteri Pertahanan ASEAN dan China dalam kerangka peningkatan kerja sama keamanan dan pertahanan serta rasa saling percaya.
China dan empat negara anggota ASEAN, yakni Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam terlibat sengketa wilayah di perairan Laut China Selatan.
Pengadilan Arbitrase Permanen PBB (PCA) di Den Haag, Belanda, pada 12 Juli 2016 mengabulkan gugatan Filipina atas wilayah di Laut China Selatan yang diklaimnya dan tidak mengakui "sembilan garis putus-putus" atau dikenal dengan "garis-garis berbentuk U" oleh China. (WDY)