Jakarta (Antaranews Bali) - Penguatan tipis nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa pagi, diperkirakan dipicu oleh deflasi yang menjaga pergerakan nilai tukar (kurs) mata uang Indonesia itu terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Kurs rupiah bergerak menguat tipis sebesar 11 poin menjadi Rp14.890 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.901 per dolar AS.
"Deflasi yang terjadi pada September kemungkinan menjaga pergerakan rupiah," kata Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail di Jakarta, Selasa.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,18 persen. Dengan demikian, maka tingkat inflasi tahun kalender Januari-September 2018 sebesar 1,94 persen, dan inflasi tahun ke tahun (yoy) mencapai 2,88 persen.
Menurut dia, inflasi yang rendah menunjukan ekonomi Indonesia masih cukup solid untuk menyerap risiko akibat pelemahan rupiah terhadap dollar sepanjang tahun 2018.
Kendati demikian, lanjut dia, sentimen tercapainya kesepakatan baru Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) antara AS, Meksiko, dan Kanada dapat mendorong permintaan dolar AS sehingga menahan laju rupiah.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan fluktuasi rupiah dibayangi kekhawatiran pelaku pasar uang terhadap aktivitas ekonomi Tiongkok yang cenderung melambat.
"Ekonomi Tiongkok yang melambat dikhawatirkan berdampak ke ekonomi kawasan sekitar," katanya. (WDY)