Denpasar (Antara Bali) - Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Dr Made Suwandi Msoc.sc mengungkapkan, dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi tidak berarti 100 persen kewenangan berada pada pemerintah daerah.
"Pemerintah pusat masih berwenang untuk mengatur daerah karena tanggung jawab akhir pemerintahan terletak di tangan presiden," kata Dr Made Suwandi di Denpasar, Sabtu.
Ia mengungkapkan hal itu saat menjadi pembicara dalam "Ceramah dan Diskusi Revitalisasi Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih" di depan para pejabat Pemprov Bali serangkaian HUT Ke-53 Provinsi Provinsi Bali yang puncaknya 14 Agustus 2011.
Suwandi mengatakan, otonomi seluas-luasnya ke daerah bukan berarti pula pemerintah kabupaten/kota dapat mengatur semuanya sesuai dengan kehendak bupati/walikota bersangkutan.
"Seluas apapun otonomi yang diberikan pada daerah, pusat tetap membuat prosedur yang harus dipatuhi oleh pemerintah daerah," katanya.
Masalahnya, kata Suwandi, sejauh ini dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masih ada ketidakjelasan dan ketimpangan antara pusat dan daerah.
Di satu sisi pemerintah kabupaten/kota dibebankan banyak hal untuk mensejahterakan rakyat, namun di sisi lain anggaran yang dimiliki daerah terbatas.
"Bahkan pada 2010, rata-rata 80 persen dari APBD kabupaten/kota di Indonesia terserap untuk belanja pegawai. Bagaimana bisa mensejahterakan rakyat jika kondisinya demikian," ujarnya mempertanyakan.
Sedangkan pada tingkatan pemerintahan pusat dan provinsi, kewenangan yang dimiliki lebih sedikit, tetapi mempunyai anggaran yang sangat besar.
"Ke depan, inilah yang akan terus kami sempurnakan. Mengenai urusan, kelembagaan, personel, dan anggaran antara pusat-daerah harus semakin jelas," ucapnya.
Demikian pula dengan pengelola pemerintahan di daerah, yaitu pemda dengan DPRD harus jelas pula sistem pengawasan dan keseimbangan tugasnya.
Dikatakan, ke depan, dengan sistem yang pemerintahan yang disempurnakan tidak harus setiap provinsi atau kabupaten/kota di Indonesia memiliki lembaga dinas yang sama.
"Lembaga yang ada di daerah akan disesuaikan dengan potensi unggulan dan kebutuhan di tempat bersangkutan. Misalkan, kalau di Jakarta tidak ada penduduk yang bergerak di sektor pertanian, semestinya tidak perlu ada juga Dinas Pertanian," ujarnya.
Di sisi lain kewenangan pengawasan dan monitoring antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota akan ditingkatkan pengaturannya.
Kalau semua sudah semakin tertata jelas, lanjut dia, akhirnya dapat menghasilkan pelayanan publik yang semakin bagus, dengan biaya yang murah dan prosedur yang makin sederhana.
"Masyarakat pun akan semakin punya harapan memperoleh peningkatan kesejahteraan," katanya.
Di sisi lain, Suwandi menyoroti, hubungan antara gubernur dengan bupati. "Jangan karena ada otonomi, pimpinan kabupaten/kota tidak mengindahkan teguran dari gubernur," katanya.
Ke depan, dalam rancangan UU Aparatur Sipil Negara yang sedang dalam pembahasan, untuk urusan izin ke luar negeri, bupati/wali kota haruslah meminta izin kepada gubernur.
"Akan ada sanksi yang diterima bupati/wali kota, seandainya melanggar ketentuan itu," ucapnya.(*)
Otonomi Tak Berarti 100 Persen Kewenangan Daerah
Sabtu, 6 Agustus 2011 13:14 WIB