Singaraja (Antaranews Bali) - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng, Bali, mendorong masyarakat memperkuat toleransi antarumat beragama memaknai Hari Raya Kuningan, rangkaian setelah Hari Raya Galungan yang bermakna kemenangan kebaikan terhadap keburukan.
"Galungan dan Kuningan yang jatuh berbarengan serangkaian Idul Fitri harus menjadi sarana memperkuat kebersamaan. Semangat itu perlu terus digaungkan," kata Ketua PHDI Buleleng, Dewa Nyoman Suardana di Singaraja, Bali, Sabtu.
Menurut Suardana, rasa toleransi antarumat beragama akan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat karena tercipta suasana yang harmonis di tengah kemajemukan.
Dia menyontohkan salah satu aktivitas antarumat beragama yang sudah mencerminkan rasa saling toleransi adalah peran petugas keamanan adat Bali atau Pecalang yang membantu umat Muslim ketika melakukan ibadah shalat saat menyambut berbuka puasa.
Selain mendorong rasa toleransi, Suardana juga mengingatkan umat untuk melakukan pengendalian diri memaknai Hari Raya Kuningan yang jatuh 10 hari setelah Galungan, yang dirayakan setiap 210 hari sekali.
Ia mengatakan pengendalian diri harus dilakukan agar mampu melawan enam musuh dalam diri manusia sesuai dengan keyakinan Hindu yakni "kama" atau nafsu dan keinginan, "lobha" (tamak atau rakus), "krodha" (kemarahan), "moha" (kebingungan), "mada" (mabuk), dan "matsarya" (dengki atau iri hati).
Sementara itu dengan mengenakan busana adat Bali, umat Hindu sejak pukul 06.00 WITA melakukan persembahyangan Kuningan di sejumlah pura, mulai dari pura keluarga hingga pura kahyangan jagat.
Di Pura Jagatnata Singaraja misalnya, panitia setempat membagi interval waktu persembahyangan menjadi dua yang dilakukan secara bergiliran untuk mengakomodasi banyaknya umat melakukan pemujaan. (ed)
PHDI Buleleng: perkuat toleransi maknai kuningan
Sabtu, 9 Juni 2018 10:13 WIB
Hari Raya Kuningan juga bermakna pengendalian diri untuk melawan enam musuh dalam diri yakni "kama" (nafsu dan keinginan), "lobha" (tamak/rakus), "krodha" (kemarahan), "moha" (kebingungan), "mada" (mabuk), dan "matsarya" (dengki/iri hati)