Denpasar (AntaraNews Bali) - Jika Anda merayakan Umanis Galungan di Taman Nusa, maka Anda juga akan bertemu anak-anak dan remaja “ngelawang” keliling kampung. Mereka juga membawa barong dan gamelan. Kampungnya disebut Kampung Budaya. Isi kampungnya adalah rumah-rumah tradisional dari seluruh Nusantara.
Pada sebagian sudut-sudut kampung ada sajian unik, seperti musik Batak, musik Minahasa, tarian Maumere Flores, tari Piring dari Padang, tari Pagelu dari Toraja, pembuat kapal Phinisi, pembuat tikar, pembatik Yogyakarta, dan lain-lain.
Dalam rangka menyambut hari raya Galungan dan Kuningan, Taman Nusa menawarkan paket murah bagi pemilik KTP Bali, dengan harga khusus Rp60.000,- untuk dewasa, dan Rp50.000,- untuk anak-anak.
Jika Anda mengambil Paket Warna Nusantaraku, dengan tambahan Rp25.000, maka Anda berkesempatan merasakan workshop: membatik, memakai pakaian tradisional Nusantara, mengecat gantungan kunci, belajar membuat canang atau ketupat, face painting atau tato ala Papua, dan mencicipi minuman khas Indonesia seperti loloh dan juga jajanan tradisional Indonesia lainnya.
Taman Nusa Bali adalah sebuah taman wisata budaya yang menampilkan aneka rumah tradisional dari seluruh wilayah Indonesia. Taman Nusa menyajikan wisata budaya tersebut dengan cara kronologis: masa Pra-sejarah (jaman Megalitikum dan jaman Perunggu), masa Kerajaan (dengan replica Candi Borobudur), Kampung Budaya (seluruh rumah tradisional Indonesia), Jaman Sejarah (Patung Gajah Mada, Gerbang Sumpah Pemuda, dan Patung Proklamasi), dteruskan dengan Indonesia Harapan Masa Depan (lorong waktu, bangunan Sapu Lidi, dan tiga Perpustakaan).
Taman Nusa merupakan destinasi wisata budaya yang terletak di sebuah lereng bukit di Banjar Blahpane Kelod, desa Sidan, Gianyar, dengan Sungai Melangit membelah tempat itu, memisahkannya dari kabupaten Klungkung dan Bangli. Sempatkan mampir ke tempat ini dan merenungkan kembali jati diri kita sebagai sebuah bangsa. Ajak putera-puteri Anda ke Taman Nusa agar sejak dini mereka menyadari bahwa kita diciptakan Tuhan dalam begitu banyak perbedaan, namun tetap terikat dalam persaudaraan sebagai satu bangsa.
Taman Nusa seolah-olah mengingatkan kita bahwa sebagai sebuah bangsa yang disebut Indonesia, kita tidak boleh menyerah oleh pihak-pihak yang suka mengadu domba. Ada nuansa Bhineka Tunggal Ika sebagai sebuah prinsip keseimbangan. Bangsa kita adalah bangsa besar yang mempunyai potensi kekayaan budaya yang luar biasa dan tidak bisa dipecah-pecah oleh perbedaan. Marilah kita doakan bangsa ini mejadi semakin kuat dan dewasa dari hari ke hari. Selamat merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Galungan dan Kuningan
Dalam memperingati Hari Raya Galungan, umat Hindhu, khususnya yang ada di Bali, diajak mengarahkan rohani mereka untuk mendapatkan pandangan yang terang dan menemukan kesadaran sejati. Wujud dharma akan mengalahkan (dungulan, galungan, menang atas) kekacauan pikiran (adharma).
Dalam perayaan Galungan masyarakat Hindu Bali mempersembahkan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala isinya, dan berterima kasih dengan rasa damai atas kemenangan dharma melawan adharma. Para Dewa dan leluhur datang membantu mengalahkan adharma. Bhuta dalam diri manusia dikalahkan oleh sifat dewa dalam diri manusia. Keselarasan akan kembali terjadi.
Untuk Hari Raya Kuningan atau Tumpek Kuningan 10 hari kemudian, umat berdoa kepada para Dewa, Bhatara dan Pitara. Masyarakat akan memasang tamiang (simbol cakra Wishnu), kolem (symbol senjata Mahadewa) dan endong (kantong perbekalan para Dewata dan leluhur dalam melawan adharma).
Ada pula yang menafsirkan Tamiang sebagai simbol penolak marabahaya. Kolem sebagai simbol tempat peristirahatan hyang Widhi, para Dewa dan leluhur. Sedangkan Endong sebagai simbol persembahan kepada Hyang Widhi.Warna kuning banyak dipakai, termasuk nasi tumpeng kuning pada banten. Itu semua merupakan simbol keberhasilan, kebahagiaan dan kesejahteraan.
Dalam seluruh rangkaian perayaan itu kita diajak menyadari siapa jati diri kita, dari mana kita berasal dan akan kemana kita menuju. Kesadaran kita diarahkan kembai kepada sumber dari segala sumber yaitu Tuhan pencipta semesta dan segala kehidupan, sehingga kita bisa hidup lebih baik dan menjalankan dharma bukan hanya dalam wacana melainkan dalam tindakan yang terus menerus. (*)